TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kebijakan pemerintah membeli helikopter AgustaWestland AW101 menuai kritik. Banyak pihak yang menyayangkan bahwa helikopter kepresidenan tidak menggunakan produk dalam negeri yakni buatan PT Dirgantara Indonesia.
Pengamat Politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia, Rahmat Bardja menilai, pembelian helikopter kepresidenan selain dari segi harga terlalu mahal, juga belum dibutuhkan mengingat segi ancaman terhadap kepala negara di Indonesia tidak sebesar negara lain seperti Amerika Serikat (AS).
"Kita bukan seperti AS, ancaman kepala negara cukup besar. Presiden Jokowi tidak seperti Presiden Soekarno. Kalau Jokowi kan tidak pernah diserang, berbeda dengan Soekarno saat memimpin diserang enam kali oleh separatis," kata Bardja, Sabtu (28/11/2015).
Bardja menuturkan, seharusnya PT DI mengambil peran sebagai pembuat helikopter sang presiden sebagai perwujudan Nawacita. Maka itu, ia meminta, Presiden Jokowi tegas membatalkan pembelian helikopter tersebut.
"Untuk Jokowi sebenarnya cukup menggunakan helikopter Super Puma, tinggal spesifikasi teknologinya ditambah. PT DI bisa membuat Super Puma apalagi sudah mengantongi sertifikat pembuatan dari AS," tandasnya.