TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua SETARA Institute Hendardi menilai penundaan fit and proper test oleh Komisi III DPR tanpa alasan yang jelas merupakan pembangkangan hukum.
Hal itu menunjukkan DPR tidak menjalankan perintah UU.
"Dari argumentasi yang mengemuka, dengan menunda-nunda pemilihan pimpinan KPK DPR sebenarnya hanya menjalankan politik wasting time untuk tujuan membuka ruang negosiasi untuk tujuan-tujuan politik," kata Hendardi melalui pesan singkat, Minggu (29/11/2015).
Hendardi melihat ruang negosiasi yang dibuka DPR bukan bertujuan untuk kemajuan pemberantasan korupsi.
Apalagi secara pararel DPR mempercepat revisi UU KPK.
"Penundaan pemilihan dan revisi UU KPK keduanya merupakan upaya sistematis melemahkan KPK," tuturnya.
Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR menggelar rapat dengan pemerintah yang diwakili Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly.
Hasil rapat disepakati revisi UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK disetujui untuk diambil alih dari inisiatif pemerintah menjadi inisiatif DPR.
Sedangkan, rancangan UU Tax Amnesty yang semula inisiatif DPR menjadi inisiatif pemerintah. "RUU tentang KPK yang semula diusulkan oleh pemerintah, sesuai ā€ˇprolegnas prioritas 2015 menjadi diusulkan oleh DPR RI," kata Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo membacakan keputusan rapat di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (27/11/2015).
Pembahasan revisi UU KPK itu akan mulai dibahas pada awal tahun depan karena masuk dalam prolegnas prioritas 2016.