Alasan mereka, bahwa ahli bahasa yang dihadirkan ke MKD untuk mengetahui legal standing Sudirman Said selaku menteri sebagai pelapor perkara tersebut tidak tepat atau tidak capable. Dan seharusnya ahli yang perlu dimintai keterangan oleh MKD untuk hal itu adalah ahli hukum tata negara.
Sementara, alasan mereka ingin verifikasi dan validasi seluruh barang bukti perlu dilakukan karena rekaman dan transkrip yang diserahkan oleh Sudirman Said ke MKD tidak utuh dan tidak sinkron. Dengan begitu, laporan Sudirman Said belum bisa disimpulkan sebuah perkara dan tidak bisa disidangkan.
Sudding tak membantah, upaya-upaya ketiga orang itu mengesankan, bahwa sebagai anggota dan pimpinan MKD harus berupaya mementingkan kepentingan atau menyelematkan rekannya masing-masing saat sedang berperkara di MKD.
"Saya kira Anda bisa tebak tanpa saya jawab sendiri, bagaimana dengan adanya rotasi dan segala macam itu."
Sudding menegaskan, MKD tidak bisa merekomendasikan pembentukan pansus karena fokus kerja lembaga ini adalah pengadil etik anggota Dewan. Lagipula, pembentukan pansus tersebut telah mempunyai ruang dan mekanisme tersendiri di DPR.
"Bahwa kemudian ada yang mengusulkan ini dimasukkan dalam Pansus, silakan saja fraksi-fraksi, kan ada mekanismenya, yaitu kalau ada anggota yang menandatangani, pengusulan dibawa ke Pansus, lalu diparipurnakan. Proses yang di MKD tidak bisa dihentikan," tandasnya.
Ia pun mengingatkan, bahwa p tata tertib atau SOP beracara MKD yang ada, bahwa bukti yang diserahkan pelapor ke MKD tidak harus utuh atau lengkap, tapi bukti permulaan yang cukup. Adapun, kelengkapan dan kebenaran materi bukti, seperti rekaman dan transkrip, akan dibuktikan dalam pemeriksaan alat bukti tersebut di persidangan, termasuk mengkonfirmasinya kepada pihak pelapor.
"Itu adalah proses pemeriksaan dalam proses pembuktian. Jadi bukan di awal laporan, 'Lho ini benar atau tidak'. Lagipula banyak juga dalam proses di MKD itu yang diputus bebas karena tidak didukung bukti kuat."
Sudding mengingatkan, setiap anggota dan pimpinan harus mematuhi tata beracara MKD yang ada sehingga keputusan yang sudah diputuskan dalam rapat MKD pada 24 November 2015 lalu tidak bisa dianulir. "Ini kepentingan Mahkamah. Jangan seenaknya karena terjadi perbedaan pandangan, kemudian ada keputusan yang sudah diputuskan Mahkamah, tapi ada orang-orang yang baru datang ujug-ujug ingin membatalkan. Apa jadinya nanti," ujarnya.
Sudding pun menyindir Surahman Hidayat selaku Ketua MKD yang berasal dari PKS justru tidak mempunyai sikap tegas dalam memimpin rapat. "Karena terjadi perbedaan pandangan, Ketua MKD juga tidak ingin ambil suara terbanyak atau voting, dia selalu menginginkan suara bulat, yah sulit. Padahal, mekanisme itu ada. Akhirnya yah rapat ditunda," ujarnya.
Sudding meyakini upaya-upaya penghentian kasus dugaan pelanggaran etik Ketua DPR ini akan berlanjut pada hari-hari MKD bekerja ke depan.
"Upaya ke arah sana ada. Kalau tidak ada upaya itu, yah sekarang ini sudah ditetapkan jadwal sidang," tukasnya.