TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Hasil penyidikan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) pesawat Airbus A320 milik AirAsia bernomor QZ8501 yang mengalami kecelakaan di perairan Selat Karimata pada Minggu 28 Desember 2014 pagi, terbang hingga ketinggian 32 ribu kaki diatas permukaan air.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Sub Komite Investigasi Kecelakaan Transportasi Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo menjelaskan, kondisi tersebut berlangsung berkepanjangan, sehingga berada di luar batas penerbangan atau 'flight envelope' yang dapat dikendalikan oleh awak pesawat.
"Kondisi tersebut sudah berada di luar kendali pilot," kata Nurcahyo saat menggelar konferensi pers kepada wartawan di kantor KNKT, Jakarta Pusat, Selasa (1/12/2015).
Nurchayo menuturkan, akibat retakan solder pada 'electronic module' di Rudder Travel Limiter Unit (RTLU) menyebabkan hubungan yang berselang dan berakibat pada masalah yang berkelanjutan dan berulang, awak pesawat melakukan pengendalian secara manual.
Hal itu menyebabkan pesawat masuk dalam kondisi 'upset conditions', artinya di luar kondisi normal dengan sudut kemiringan lebih dari 25 derajat 'nose up' (ke atas) dan 10 derajat 'nose down' (ke bawah) dan kemiringan ke samping atau 'bank angle' lebih dari 45 derajat.
Dirinya menjelaskan, kemudian pesawat relatif bisa dikendalikan namun demikian ada input yang membuat pesawat naik ke atas, hidungnya naik, dengan sudut tertinggi 48 derajat saat itu, sudut datangnya angin dan datangnya pesawat membentuk sudut 40 derajat.
"Disini pesawat mengalami kondisi diluar batasan terbang dan kehilangan daya angkat atau stall. Hal itu diluar kemampuan pilot, setelah itu terjadi gulingan tertinggi 104 derajat, kecepatan terendah 57 knot dan ketinggian 38 ribu kaki. Ini kondisi di puncak mengalami roll, dan tercatat dalam black box," kata Nurcahyo.