TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Maroef Sjamsoeddin menilai tidak etis dan tidak patut pertemuan Ketua DPR Setya Novanto bersama orang yang diduga berkepentingan, Riza Chalid, membahas kontrak karya dan pembagian saham, dengan dirinya.
Hal itu disampaikan Maroef saat menjadi saksi persidangan etik Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (3/11/2015).
Menurut Maroef, seharusnya pihak yang berwenang dan kompeten untuk membahas tentang perpanjang kontrak karya PT Freeport adalah pemerintah, bukan legislatif.
"Tidak etis dan tidak patut," ucap Maroef.
Pernyataan tersebut diberikan Maroef untuk menjawab pertanyaan anggota MKD asal fraksi Partai Hanura, Syarifudin Sudding.
Dalam kesaksiannya, Maroef menceritakan ada tiga kali pertemuan dirinya dan Novanto. Dua pertemuan terakhir, Novanto mengajak pengusaha minyak yang baru diketahui belakangan bernama M Riza Chalid.
Sejak pertemuan kedua, Novanto dan Riza Chalid sudah mulai membahas tentang kontrak karya PT Freeport Indonesia di Papua yang akan habis pada tahun 2021 mendatang.
Karena merasa ada janggal dan aneh dari pertemuan kali kedua, mantan Wakil Kepala BIN mengaku merekam pembicaraan pertemuan yang ketiga.
Kepada majelis MKD yang dipimpin oleh Junimart Girsang, Maroef mengakui rekaman percakapan yang diperdengarkan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said dalam sidang MKD, Rabu (2/12/2015) malam, adalah sama dengan rekaman yang dimilikinya.
Sebagaimana isi rekaman, Maroef mengakui selain soal kontrak kerja dan pembagian saham PT Freeport, Novanto dan Riza Chalid juga menyinggung tentang sikap Presiden Jokowi yang keras kepala hingga kejadian Jokowi dimarahi Megawati dan Budi Gunawan.
Maroef mengaku lebih banyak mendengar saat kedua orang itu sudah asyik bicara ke sana kemari. Insting Maroef sebagai mantan orang BIN, bahwa pembicaraan kedua orang itu sudah tidak pantas hingga akhirnya menghentikan obrolan dan pamit pulang.