TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo menyatakan pihaknya tidak mempermasalahkan keabsahan rekaman pembicaraan antara Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsoeddin, Ketua DPR RI Setya Novanto, dan pengusaha Muhammad Reza Chalid.
Menurut Prasetyo yang terpenting baginya, pada rekaman tersebut terdapat substansi perbuatan pidana.
"Pidana itu mencari kebenaran materiil, yang penting substansinya benar atau tidak," kata Muhammad Prasetyo di Kejaksaan Agung, Kebayoran Baru, Jakarta, Jumat (4/12/2015).
Jaksa Agung menegaskan rekaman pembicaraan tersebut bukan bentuk penyadapan, melainkan bentuk perekaman pembicaraan biasa.
"Penyadapan diatur oleh ketentuan, itu hanya pihak tertentu yang bisa melakukan penyadapan. Kejaksaan bisa menyadap, tapi harus ada persetujuan dari pengadilan," katanya.
Rekaman pembicaraan tersebut sempat dipermasalahkan beberapa anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Menurut mereka sebagai alat bukti keabsahan rekaman tersebut ilegal karena diambil tanpa sepengetahuan pihak dalam pembicaraan itu.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut Ketua DPR meminta sejumlah saham guna memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya pengelolaan wilayah Tembagapura, Papua oleh perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.