TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mencatat masih terjadi konflik kekerasan menjelang hari pencoblosan yang dapat mengganggu integritas proses penyelenggaran pilkada serentak.
Peneliti Perludem, Fadli Ramadani mengatakan ancaman kekerasan menjelang hari pemungutan suara ataupun konflik kekerasan yang sudah terjadi menjelang hari pemungutan suara di sebelas daerah.
Daerah-daerahnya antara lain, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Situbondo, Kota Palu, Kabupaten Abab Lemetang Ilir, Kabupaten Pesawaran, Kabupaten Blitar, Kabupaten Cianjur, Kota Metro, Provinsi Sumatera Barat, Kabupaten Simalungun, dan Kota Mojokerto.
"Latar belakang kehadiran kekerasan sendiri cenderung beranekaragam mulai dari tidak menerimanya salah satu pendukung calon yang digagalkannya pencalonan, sampai dengan adanya beberapa teror bom menjelang pencoblosan," ujar dia kepada Tribun, Rabu (9/12/2015).
Selain itu, persoalan krusial yang masih tersisa yang dapat mengganggu integritas proses penyelenggaran pilkada serentak, yakni terkait logistik.
Terhitung sejak 6-8 Desember 2015 masih terdapat beberapa kasus logistik menjelang hari pemungutan suara.
Yakni, mulai dari masih ditemuinya kerusakan surat suara sampai dengan beberapa surat suara yang belum terdistribusi sepenuhnya.
Adapun daerah yang masih mengalami persoalan logistik antara lain Kabupaten Simalungun, Kabupaten Indramayu, Kabupaten Sumenep, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Jambi, Kabupaten Tasikmalaya, Kota Denpasar, Kabupaten Yahukimo, Kota Serang, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Sleman, Kabupaten Mojekerto, Kabupaten Pematang Siantar, Kabupaten Malang, dan terakhir Kota Medan.
"Di Kabupaten Malang misalnya, distribusi logistik sempat tertunda karena kondisi cuaca hujan yang menghambat pendistribusian logistik," jelasnya.
Kemudian adanya kondisi jalan yang sulit ditempuh membuat pendistribusian logistik di Ngawi sempat terkendala.