TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Pimpinan (Capim) KPK Alexander Marwata mendukung aturan komisi antirasuah itu tidak memiliki kewenangan menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).
Hal itu dikatakan Alex saat mengikuti fit and proper test Capim KPK yang digelar Komisi III DPR di Gedung DPR, Jakarta, Senin (14/12/2015).
"Saya setuju dalam penanganan khusus tidak ada SP3 kecuali alasan kemanusiaan," kata Alexander.
Ia mencontohkan terdakwa yang mengalami stroke dan telah diperkuat dengan keterangan dokter.
Oleh karenanya, KPK harus hati-hati dalam menangani perkara.
"Kalau alasan kemanusiaan perkara bisa dihentikan. Kalau berjalan normal, tidak diberi kewenangan penghentian," kata Alexander.
Hakim Ad-Hoc Tipikor itu menuturkan ketika perkara masuk dalam tahap penyelidikan, KPK semestinya telah mengetahui siapa tersangka dan bagaimana modus korupsi dilakukan.
Sehingga kasus tersebut sudah memiliki kepastian saat naik ke tahap penyidikan perkara, dan tidak diperlukan lagi alasan menghentikan penyidikan.
"Pada tahap penyelidikan harus diperkuat. Auditor investiga saat penyelidikan sudah memiliki gambaran, pelaku dan modusnya. Perkara itu sudah ada gambaran," ujarnya.
Menurut Alexander, lebih penting lagi bila seorang tersangka korupsi harus dipenuhi haknya agar perkaranya segera diperiksa di persidangan tanpa berlarut-larut.
"Saya perkirakan dua bulan cukup. Kalau empat tahun tersangka, lalu baru praperadilan, hak-hanya sudah dicabut tapi enggak ada kepastian perkara diajukan," katanya.