TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI dalam perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia masih terus bergulir. Alih-alih untuk mengungkap tuntas kasus ini, Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) justru menyajikan opera sabun.
Publik geram menyaksikan keberlangsungan drama MKD. Tak hanya itu, Presiden Jokowi pun merasakan hal yang sama.
Bagi Aliansi Masyarakat Sipil Untuk Indonesia Hebat (Almisbat), respon dan sikap tegas yang ditunjukkan oleh Presiden terhadap drama MKD yang tengah membengkokan akal sehat rakyat itu harus dibarengi oleh langkah-langkah Kepolisian dan Kejaksaan Agung agar kasus yang menistakan lembaga kepresidenan dapat dituntaskan.
Pihak Kepolisian dan Kejagung disarankan untuk tidak mengulur waktu untuk menetapkan status tersangka kepada Ketua DPR RI Setya Novanto dan M. Riza Chalid atas pencatutan nama Presiden dan Wakil Presiden RI dalam dugaan tindak pidana pencemaran nama baik dan dugaan pemufakatan jahat.
Pada konteks yang lain, Almisbat memandang perlu klarifikasi dari Sudirman Said yang juga disinyalir melanggar hukum dalam perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia. Dengan kata lain, menetapkan Setya Novanto tersangka, bukan berarti membenarkan tindakan Menteri ESDM Sudirman Said.
"Almisbat menaruh apresiasi pada Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan, yang bersedia memberikan keterangan kepada MKD. Namun, disayangkan dalam pernyataan yang emosionalnya itu membawa embel-embel sebagai seorang tentara bukan menampilkan sosok negarawan," ujar Sekjen Almisbat, Hendrik Sirait, Senin (14/12/2015).
"Bagi Almisbat sikap ini seolah-olah sebagai sok patriot dan sok ksatria, yang memandang pihak lawan sebagai gerombolan pengacau yang harus ditumpas," tegasnya.
Kendati demikian, Hendrik menilai, perlu dimaklumi bahwa nama Luhut Binsar Pandjaitan hampir sebanyak 66X disebut dalam rekaman percakapan. Ini bukan masalah ringan.
Apalagi mengingat bahwa Luhut Binsar Pandjaitan disinyalir pernah berinisiatif menjembatani kelompok suku Amungme dan Komoro, Papua untuk mendapatkan konsesi dari PT Freeport Indonesia.
"Ini merupakan momentum untuk menaruh semua permasalahan yang menyangkut PT Freeport Indonesia untuk dibongkar tuntas dan diklarifikasi oleh Luhut Binsar Pandjaitan sejauh yang ia ketahui," imbuhnya.
Ditegaskan, ada harapan besar terhadap Presiden Jokowi dalam menyelesaikan permasalahan PT Freeport Indonesia mau mendengarkan suara rakyat dan khususnya masyarakat Papua agar sumber daya alam Indonesia dapat sebesar-besarnya ditujukan untuk kesejahteraan rakyat.
"Almisbat menilai siapa pun yang secara sendiri-sendiri berupaya menjembatani kontrak karya PT Freeport Indonesia berpotensi sebagai komprador," kata Hendrik.
Untuk itu, lanjutnya lagi, dipandang perlu negara hadir dalam penyelesaian kontrak karya PT Freeport Indonesia dengan membentuk satu badan ad hoc oleh Presiden untuk memberikan masukan dan rekomendasi terkait kontrak karya PT Freeport Indonesia.
"Dan tidak diperlukan pelibatan serta mengabaikan pendapat Sudirman Said dan Luhut Binsar Pandjaitan dalam soal kontrak karya PT Freeport Indonesia guna menghindari konflik kepentingan," Hendrik mengingatkan.