TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Perhubungan kembali memunculkan polemik yakni dengan melarang beroperasinya jasa angkutan ojek berbasis online.
Langkah ini hanya bertahan kurang dari 24 jam dan kemudian dicabut lagi oleh Ignasius Jonan selaku Menteri Perhubungan setelah sebelumnya dipanggil menghadap presiden.
Menyikapi hal itu, Anggota Komisi V DPR RI, Miryam S Haryani menuturkan, ia memahami langkah Kemenhub dalam mengeluarkan larangan ini karena memang dalam UU nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan belum diatur mengenai jasa angkutan roda dua.
Akan tetapi, langkah kemenhub sudah sangat telat, kenapa baru sekarang larangan itu dikeluarkan setelah banyaknya jasa angkutan roda dua berbasis online yang beroperasi dan masyarakat sudah telanjur mengalami ketergantungan terhadap jasa angkutan ini.
"Apabila pemerintah tegas sudah tentu langkah ini diambil sebelum hadirnya ojek berbasis online karena ojek konvensional atau ojek pangkalan sudah lebih dulu ada dan beroperasi," kata Miryam di Gedung DPR RI, Jakarta, Jumat (18/12/2015).
Politikus Hanura itu tidak mengerti ada perintah apa dari presiden terhadap Jonan hingga akhirnya mencabut keputusannya tersebut.
Tapi menurutnya, sikap ini juga semakin menunjukkan bahwa koordinasi antara presiden dengan menterinya belum berjalan dengan baik.
"Terbukti masih seringkali terjadi missed di dalamnya, kasus ojek online ini salah satunya," tuturnya.
Ke depan kata Miryam, pemerintah harus lebih sigap dalam menyikapi setiap fenomena yang dianggapnya tidak sesuai dengan UU yang berlaku jangan sampai sudah menjamur dan masyarakat sudah nyaman kemudian baru dikeluarkan larangannya.
"Sikap-sikap seperti ini justru hanya akan memperlambat laju perekonomian akibat regulasi yang tidak jelas dari pemerintah. Sudah sering saya sampaikan kepada presiden bahwa sudah saatnya evaluasi para menteri yang tidak kompeten agar tidak selalu terjadi missleading dalam pemerintahannya," ujarnya.