TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pesawat tempur TNI AU jenis T-50i Golden Eagle, terjatuh di sebuah tanah kosong atau pinggiran kesatrian Akadami Angkatan Udara (AAU), Yogyakarta, Minggu (20/12/2015), sekitar pukul 09.50 WIB.
Pesawat buatan Korea Selatan (Korsel) itu terjatuh saat melaksanakan aerobatic pada acara Gebyar Dirgantara 2015, di Lanud Adi Sutjipto, Yogyakarta.
Sehingga, pesawat yang diterbangkan Komandan Skadron Letkol Penerbang (Pnb) Marda Sarjono dan Kapten Pnb Dwi Cahyadi (Radar Interceptor Officer) tewas dalam insiden itu.
Kepala Dinas Penerangan Angkatan Udara (AU), Marsekal Pertama TNI, Ir Dwi Badarmanto, mengakui, pesawat tempur tersebut merupakan pesawat tempur latih yang tergolong baru.
"Pesawat tersebut dibeli tahun 2013 lalu dari Korean Aero Industries (KAI) Korea Selatan. Pesawat ini kemudian ditempatkan di Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi, Madiun," ujar Dwi di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.
Ia mengakui, belum mengetahui penyebab pasti pesawat tersebut jatuh. Pasalnya, pihak TNI AU sudah membentuk Tim Investigasi.
"Kita belum tahu pasti penyebab kecelakaan. Tapi pihak TNI AU sudah membentuk tim penyelidik kecelakaan pesawat terbang (PPKPT). Sementara itu untuk penerbangan pesawat komersial dari dan ke Bandara Adi Sutjipto saat ini sudah normal kembali," katanya.
Kedua Jenazah, lanjut Dwi, masih disemayamkan di RS Pusat TNI AU Harjolukito, Yogyakarta. Ia pun belum mengetahui seperti apa kondisi kedua jenasah tersebut.
"Jenazah masih di rumah sakit. Kita belum tahu kondisinya seperti apa, yang pasti pilot Letkol Marda ini kualifikasinya tidak diragukan. Dia adalah komandan skadron, tentunya orang pilihan untuk menerbangkan pesawat tersebut," akuinya.
Ia mengatakan, Letkol Marda merupakan alumnus terbaik AAU tahun 1997 yang dipercaya sebagai Komandan Skadron Udara 15 Lanud Iswahjudi Madiun. Bahkan memiliki jam terbang 840 jam 15 menit.
"Sedangkan Kapten Dwi adalah alumnus AAU tahun 2005 dan memiliki jam terbang 463 jam 20 menit," ungkapnya.
Ia saat ini belum dapat memastikan penyebab jatuhnya pesawat, namun pesawat tempur tersebut jatuh di laham kosong tak jauh dari kesatrian AAU Yogyakarta.
Ia juga menyebutkan, penyebab jatuhnya pesawat karena human error atau faktor lain, akan dilakukan pengkajian.
"Penyebabnya bisa faktor manusianya, mesin, media, atau manajemennya. Faktor manusia yakni pilot, akan dikaji bagaimana kondisi psikologinya saat terbang. Ini sekarang masih dikaji satu per satu oleh tim investigasi."
"Sementara, untuk mengrtahui penyebabnya kita sudah bekerja keras. Mudah-mudahan dalam waktu tidak terlalu lama, kita bisa kita tahu penyebabnya," tuturnya.