Laporan Wartawan Tribunnews.com, M Zulfikar
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) melaporkan hasil evaluasi akuntabilitas kinerja di tiap Kementerian atau Lembaga setingkat menteri untuk tahun 2015.
Yang cukup mencengangkan, institusi Kejaksaan Agung ternyata berada di posisi terbawah atau 86 dari jumlah Kementerian atau Lembaga yang ada di Indonesia.
Dengan mengantongi skor 50.02 atau kategori CC, Kejaksaan justru posisinya dibawah Perpustakaan Nasional.
Sayangnya, ditengah rapor merah tersebut, Jaksa Agung HM Prasetyo justru mengkritik peran media dengan mengatakan apa yang diberitakan sangat kontraproduktif dan meminta media memberitakan hal yang baik saja.
Pakar komunikasi politik Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, menyayangkan komentar Jaksa Agung tersebut.
"Saya rasa sikap Jaksa Agung dengan mendiskreditkan peran media, justru yang kontraproduktif. Semua orang pasti tidak setuju dengan pernyataan Jaksa Agung ini,” kata Emrus dalam keterangan tertulisnya, Selasa (22/12/2015).
Padahal, lanjutnya, Jaksa Agung harusnya menyadari peran media sebagai kontrol Kejaksaan sebagai penyelenggara negara.
“Tidak terbayangkan jika tidak ada kontrol dari media, pasti lebih buruk dari kondisi kejaksaan saat ini. Kalau kita lihat, ditengah keterbukaan informasi publik saja rapor kejaksaan masih sangat buruk dan jauh dari harapan masyarakat,” tuturnya.
Ia menyampaikan, jika pemberitaan media tidak proporsional, kejaksaan seharusnya memberikan hak jawab. Menurutnya kan hak jawab itu didukung data faktual, tentu semua pihak akan menghormatinya.
"Jangan membela diri dengan menyalahkan media, harusnya kejaksaan itu berani berwacana publik dengan sehat. Tanpa berdasarkan data, lalu membela diri, kejaksaan pastinya malah mendapatkan persepsi negatif dari publik. Presiden Joko Widodo saja tidak pernah membela diri jika dikritik media, dan malah berterima kasih kepada media,” ujarnya.
Emrus menambahkan, Kemenpan RB pastinya memiliki alasan tersendiri mengapa memberi nilai buruk terhadap Kejaksaan Agung. Dikatakannya, sudah tepat kejaksaan mendapatkan nilai tersebut.
"Evaluasi sumber daya manusia di kejaksaan harus dimulai saat ini. Hal ini membuktikan bahwa revolusi mental yang diusung Presiden Joko Widodo, tidak berjalan sebagaimana mestinya di institusi Kejaksaan Agung. Jika presiden masih visioner dan memiliki keinginan memperbaiki penegakan hukum khususnya di kejaksaan, harusnya peka akan aspirasi masyarakat selama ini,” katanya.
Oleh karena itu, Presiden Joko Widodo seharusnya tidak mempertahankan Jaksa Agung yang tidak produktif seperti HM Prasetyo ini. “Reshuffle saja pimpinan Kejaksaan yang tidak produktif ini. Sudahlah Pak Presiden, ganti saja, untuk apa dipertahankan Jaksa Agung seperti ini. Artinya, jangan mempertaruhkan kepentingan rakyat hanya dengan mempertahankan satu orang yang tidak produktif,” tandasnya.
Sementara itu, tersiar kabar dari salah satu petinggi Kejaksaan Agung, Jaksa Agung telah memerintahkan beberapa bawahannya untuk mencari kesalahan Chuck Suryosmpeno, Jaksa yang menuntut SK Jaksa Agung ke PTUN, saat Chuck bertugas di Batam, Bandung dan Bag. Rumah Tangga Kejagung R.I. Menanggapi hal ini pengacara Chuck, Sandra Nangoy mengaku pada bahwa hal tersebut bukanlah masalah besar bagi mereka.
"Ya silahkan saja, karena sejujurnya banyak relawan yang sudah menghubungi kami dan berniat memberikan data serta informasi terkait berbagai kesalahan yang dilakukan oleh HM Prasetyo saat menjabat sebagai Kajati NTT dan Jampidum. Namun saat kami sampaikan pada klien kami, beliau hanya tersenyum dan menggelengkan kepala”, ujarnya.