TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Komisi VI DPR RI, Hafiz Tohir mempertanyakan pungutan untuk dana Ketahanan Energi dari Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium sebesar Rp 200 dan jenis Solar Rp 300.
Menurut Hafiz, pungutan tersebut seharusnya berdasarkan Undang-undang.
Jika tidak, Hafiz mengatakan Pemerintah melanggar aturan.
"Pungut dana harus sesuai Undang-Undang. Itu tidak diatur dalam Undang-Undang sehingga potensi melanggar bisa pidana," ujar Hafiz saat dihubungi, Kamis (24/12/2015).
Hafiz yang juga dari Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengatakan harus ada mekanisme dari kebijakan tersebut.
Ia mengatakan pemerintah perlu menjelaskan secara detail siapa yang akan mengelola dan bagaimana pertanggungjawabannya.
"Nanti masuk kemana dana itu? Kan harus jelas. Maka itu harus diatur dalam mekanisme Undang-Undang," kata Hafiz.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Sudirman Said mengatakan pemerintah akan mengumpulkan dana ketahanan energi dalam rangka memanfaatkan turunnya harga minyak dunia.
"Mumpung harga minyak sedang turun kita manfaatkan memupuk dana ketahanan energi," ujar Sudirman di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (23/12/2015).
Sudirman menjelaskan, dana ketahanan energi tersebut nantinya berasal dari pungutan Rp200 dari harga satu liter Premium dan memungut Rp300 dari harga satu liter Solar.
Sudirman menjelaskan, asumsi penerimaan dana ketahanan energi mencapai sekitar Rp15 triliun sampai Rp16 triliun sampai akhir 2016.
"Kan itu cukup baik untuk membangun energi baru, memberi subsidi pada tarif listrik yang belum sepenuhnya kompetitif," kata Sudirman.
Mengenai siapa yang akan mengelola dana tersebut, Sudirman mengatakan nantinya kewenangan tersebut ada di Kementerian ESDM.
BPK dan BPKP tentu akan melakukan audit dari pengumpulan dana tersebut.
"Jadi itu kan tadi keputusan Sidang Kabinet. Apakah diformalkan dalam bentuk Perpres atau Permen," kata Sudirman.