TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) hasil Muktamar Jakarta, Djan Faridz menyikapi kericuhan yang terjadi di kantor DPC Medan, Sumatera Utara, Senin (18/1/2016).
"Konflik semacam ini seharusnya tidak perlu terjadi karena hanya akan menorehkan luka dalam pada sejarah negeri ini," kata Djan Faridz kepada wartawan di Jakarta, Selasa (19/1/2016).
Djan menganggap, sahabat PPP yang terlibat percekcokan merupakan korban atas refleksi kelemahan hukum di negeri yang mengikrarkan jati diri sebagai Negara Hukum.
Sebagai lembaga hukum tertinggi di Indonesia, putusan Mahkamah Agung atas kepengurusan PPP sudah selayaknya diamanahi dengan bijaksana oleh para penyelenggara negara.
Ditegaskan Djan Faridz, putusan MA menyatakan bahwa kubu yang sah adalah kubu Muktamar Jakarta seperti tertuang pada putusan MA halaman 48 nomor 11 ini dikeluarkan sejak tiga bulan lalu itu seyogianya mampu menenangkan situasi politik saat ini.
"Keputusan tersebut sesungguhnya sudah sangat ampuh dan mumpuni untuk menjadi resolusi damai. Jika pemerintah memiliki itikad yang luhur, yaitu kedamaian dan ketenangan bagi setiap warga negaranya," tuturnya.
Masih kata Djan, dalam ingatan agar bangsa ini belajar dari sejarah, bahwa bagaimana VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) berdiri di Batavia tahun 1602 untuk memperkuat kedudukannya dalam perdagangan dan mereka memilih politik kejam yaitu politik adu domba untuk dapat menguasai Nusantara.
Mereka menghasut raja-raja di daerah yang menyebabkan terjadinya perang saudara dan perebutan tahta kekuasaan.
Sementara itu, VOC membantu pemberontakan dengan meminta imbalan dalam bentuk daerah monopoli perdagangan.
"Sekarang, setelah Indonesia merdeka 70 tahun, Partai Persatuan Pembangunan juga mengalami perlakuan yang sama seperti saat zaman penjajahan VOC, terjebak politik adu domba," katanya.