Faulner mengaku tidak bisa menolong rekannya itu yang memang tubuhnya jauh lebih besar.
"Saya saat itu yakin dia tidak akan meninggal karena dia masih sempat menatap saya. Saya kira dia begitu syok," ujarnya.
"Saya kelihatannya tidak mengalami luka. Saat itu saya belum tahu bahwa bom yang meledak itu berisi paku dan sekrup," tambah Faulner.
'Risikonya sama'
Faulner sejak kejadian itu terus didampingi istrinya, Bivitri. Dia mengatakan tidak ingin orang lain ketakutan keluar rumah gara-gara peristiwa ini.
"Risiko mengalami serangan bom sama saja di Sydney, dengan di Berlin atau di Jakarta," ujar Faulner lagi.
Dia mengaku diberitahu oleh pihak kepolisian di Jakarta bahwa pelaku serangan bom itu mengenakan rompi berisi bahan peledak yang dipicu secara manual dengan menggunakan tangan.
Faulner berharap para korban yang selama dari peristiwa ini bisa mendapatkan layanan pengobatan post traumatic stress.
Dalam wawancara dengan ABC Faulner tidak ingin ditampilkan wajahnya sebagai upaya berjaga-jaga, menghindari siapa tahu tahu ada teroris yang bisa mengenalinya.