TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah kosong selama hampir dua bulan nama Sekjen baru MPR RI akan diumumkan minggu depan, namanya adalah figur terbaik yang kini sudah ada di tangan Ketua MPR RI Zulkifli Hasan.
"Sudah. Sudah sebentar lagi. Tunggu seminggu lagi. Sudah ada SK-nya. TPA-nya kan sudah seminggu. Jadi sudah, sebentar lagi," kata Zulkifli Hasan disela-sela Rapat Pimpinan MPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (20/1/2016).
Kepastian mengenai bakal diumumkannya Sekjen baru MPR RI ini dibenarkan oleh Wakil Ketua MPR RI Oesman Sapta Odang yang sekaligus membantah bahwa proses pemilihan Sekjen baru MPR RI terkesan lamban.
"Bukannya lamban. Jadi memang seperti itu. Mudah-mudahan minggu depan sudah selesai. Jadi kalau Pak Ketua (Zulkifli Hasan) bilang seperti itu ya sudah pasti itu. Karena kami (Pimpinan MPR) berlima ini kompak, apa saja satu ngomong pasti betul lah," ujar politisi yang akrab disapa OSO ini.
Ditanya siapa sebenarnya yang dipilih dari tiga nama calon Sekjen MPR RI yang telah ditunjuk oleh Pansel, OSO mengatakan: "Pak Ketua yang tau".
Seperti diketahui ketiga nama calon Sekjen MPR RI yang lolos Pansel adalah Muhammad Rizal yang menduduki peringkat satu terbaik hasil Pansel.
Rizal kini menjabat Kepala Biro Persidangan MPR RI, selain senior dia juga berpengalaman memahami seluk beluk kerja keparlemenan terutama MPR RI.
Peringkat kedua Maruf Cahyono, ketiga Selfi Zaini yang pernah jadi Wakil Sekjen periode sebelumnya.
Menanggapi adanya kesan lamban pengisian posisi Sekjen baru MPR RI ini pakar hukum tatanegara Dr Margarito Kamis mengatakan, tugas-tugas MPR ke depan sangat berat dan besar karena itu dibutuhkan figur Sekjen yang sudah berpengalaman yang secara kapasitas harus dapat diandalkan dan kriteria senioritas juga penting.
"Hasil Pansel harus dijadikan acuan. Yang terbaik lah yang pantas menjadi Sekjen baru MPR," katanya kepada wartawan.
Pemilihan Sekjen baru MPR RI tidak boleh dipolitisir dan jangan ada intervensi politik. Rujukannya harus satu dan jelas yaitu hasil Pansel.
"Karena performa MPR sangat tergantung pada administratifnya. Jangan pilih figur yang baru akan belajar jadi pemimpin di birokrasi keparlemenan," ujar Margarito.