TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung mengaku kesulitan untuk mencari keberadaan pengusaha Muhammad Riza Chalid.
Hal tersebut menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah menunda permintaan keterangan dari taipan minyak yang disebut tengah berada di luar negeri.
"Kami anggap nanti. Analisa yang ada aja. Masa kami hanya menunggu dia saja," kata Arminsyah di depan Gedung Bundar Kejaksaan, Kemayoran Baru, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Arminsyah menegaskan upaya penyelidikan skandal yang awam dikenal dengan sebutan Papa minta saham, ketiadaan keterangan dari Riza Chalid tidak membuat jalannya perkara berhenti.
Meski demikian, Jampidsus menyatakan keterangan dari Riza Chalid penting perannya dalam pengungkapan dugaan permufakatan jahat yang mencatut nama presiden.
"Penting karena dia (Riza) termasuk orang bertiga berbicara, tapi kalau mengejar terus tidak ada akhirnya," kata Jampidsus.
Kasus yang awam dikenal dengan Skandal Papa minta saham, bermula saat Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said melaporkan mantan Ketua DPR RI Setya Novanto ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) pada Senin (16/11/2015).
Pelaporan itu dilakukan karena Sudirman mengetahui Setya mencatut nama presiden dan wakil presiden saat bertemu mantan Direktur Utama PT Freeport Indonesia Maroef Sjamsuddin bersama pengusaha Muhammad Riza Chalid dari sebuah rekaman pembicaraan.
Dalam pertemuan tersebut, terindikasi politisi Partai Golkar itu mencatut nama presiden guna meminta sejumlah saham PLTA Urumka, Papua yang tengah dibangun PT FI dan berjanji memuluskan negosiasi perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam itu.
Kejaksaan melihat ada dugaan permufakatan jahat dalam pembicaraan tersebut yang dapat dijerat dengan undang-undang tindak pidana korupsi.