Laporan Wartawan Tribunnews.com, Edwin Firdaus
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang perkara perselisihan hasil pemilihan kepala daerah (PHP Kada) Kabupaten Muna, yang dimohonkan pasangan calon Rusman Emba-Abdul Malik Ditu, kembali bergulir di Ruang Sidang Panel Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu (3/2/2016).
Kali ini Pemohon menghadirkan mantan hakim konstitusi Maruarar Siahaan sebagai ahli dari pihaknya.
Di hadapan panel hakim III yang diketuai Hakim Patrialis Akbar, Maruarar menyatakan bahwa keadilan prosedural, seharusnya tak membuat hakim terhalangi untuk mencari keadilan substantif.
Sebagai lembaga yang diberi kewenangan menyelesaikan PHP kada meski hanya bersifat sementara, MK kata dia tetap terikat kepada prinsip yang ada di dalam Konstitusi.
Salah satu prinsip tersebut menurutnya mengedepankan keadilan substantif.
Artinya, semua pihak bersengketa harus diberikan kesempatan untuk membuktikan dalilnya.
"Keadilan prosedural itu tak dapat mengesampingkan keadilan substantif," kata Maruarar.
Menyinggung ketentuan Pasal 158 UU Pilkada yang mensyaratkan persentase selisih suara maksimal bagi paslon yang hendak menggugat hasil Pilkada ke MK.
Maruarar menilai seharusnya MK tidak serta-merta menyatakan tidak dapat menerima permohonan yang tidak memenuhi syarat dimaksud.
Justru untuk mencapai keadilan substantif, seharusnya MK melakukan pemeriksaan yang lebih luas.
"Substantive justice yang menjadi nilai Konstitusi menuntut perlunya keluasaan pembuktian untuk mewujudkan keadilan secara substantif dan menjunjung tinggi Konstitusi sebagai hukum tertinggi. Sehingga menjadi satu keharusan bahwa dalam proses beracara, keluasaan ini menjadi suatu hal yang niscaya," kata Maruarar.
Terkait dalil Pemohon yang menyatakan telah terjadi pelanggaran berisifat terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) dalam penyelenggaraan Pilkada Kabupaten Muna, Maruarar menyarankan agar Mahkamah terus melakukan pemeriksaan yang leluasa, cermat, dan fair.
Dengan demikian bisa didapatkan keadilan yang substantif.