TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penegakan hukum di Indonesia mendapat predikat negatif. Bahkan, hukum di negeri ini terkesan masih berat sebelah, tumpul ke atas dan tajam ke bawah.
Sejumlah keputusan hakim dianggap mengecewakan masyarakat karena tidak mencerminkan kebenaran dan justru melukai keadilan.
"Hakim yang memutus perkara itu banyak enggak gaul dengan dunia luar, atau tidak merasa penting dengan keadilan publik atas kasus yang mereka tanganin," kata Direktur Centre for Budget Analisys (CBA) Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Kamis (4/2/2016).
Sehingga, kata dia, para hakim tersebut tidak memakai logika sendiri untuk memutuskan perkara tersebut. "Jadi yang namanya keadilan publik meminta hakim untuk memberikan punishment atau hukuman, diabaikan," tuturnya.
Oleh karena itu, dia mendesak Komisi Yudisial (KY) untuk menindak para hakim yang diduga melakukan pelanggaran dan memberi keputusan yang janggal di pengadilan. "Nah di sini tugasnya Komisi Yudisal (KY) untuk memeriksa hakim tersebut yang dimulai dari keputusan perkara yang mereka tanganin itu janggal," ujarnya.
Sekadar diketahui, ada sejumlah hakim memberi keputusan yang kontroversial di masyarakat, seperti keputusan Pengadilan Negeri Palembang yang menolak gugatan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) terhadap PT BMH dalam kasus kebakaran hutan dan vonis bebas Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, terhadap Limaran Dwi Hartadi, terdakwa dugaan kasus penggelapan dalam jabatan dan penipuan, atas pembelian lahan oleh PT Korindo Group di Pantai Trikora Bintan, Rp 23,3 miliar.
Hal ini dapat membuat para investor atau calon investor menarik diri atau mempertimbangkan kembali rencana mereka melihat ke tidak pastian hukum di Indonesia. Dan hal ini akan memberikan dampak sistemik kepada perekonomian daerah yang mana pada masa ini sedang mencanangkan untuk pengembangan iklim usaha di daerah mereka.