TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kasus 'Kopi Maut' yang merenggut nyawa Wayan Mirna Salihin di Oliver Cafe menimbulkan pertanyaaan seberapa mudah masyarakat mendapatkan sianida.
Apa lagi cairan yang masuk dalam kategori bahan berbahaya dan beracun (B3) ini didapati dalam kopi yang diminum Mirna dalam kadar yang cukup tinggi.
Ini artinya, sianida begitu mudah didapat khalayak ramai.
Anggota Komisi IX Amelia Anggraini berpandangan perlu pengetatan atas pengawasan dan peredaran B3.
"Pengelolaannya harus terintegrasi sehingga peredarannya bisa terdeteksi," ujarnya dalam rilis yang diterima wartawan.
Pengelolaan B3 sebenarnya sudah tertuang dalam Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 yang mengamanatkan pembentukan Komisi B3.
Susunan keanggotaan komisi ini terdiri dari wakil instansi yang berwenang, wakil instansi yang bertanggungjawab, wakil instansi yang terkait, wakil perguruan tinggi, organisasi lingkungan, dan asosiasi.
Apabila amanat keputusan presiden ini dilaksanakan, sebenarnya akan ada data yang sama antar sektor, dan ini memudahkan melakukan pengawasan terhadap peredaran B3.
Dengan begitu, tidak akan terjadi lempar tanggung jawab antar kementerian atau lembaga terkait.
"Seperti yang terjadi belakangan ini," imbuhnya.
Seperti diberitakan kemarin, BPOM dan Kementerian Perindustrian saling lempar tanggung jawab tentang siapa yang berwenang melakukan pengawasan.
Beberapa kementerian yang terkait B3 juga diyakini tidak memiliki data pasti soal aliran bahan kimia itu beredar.
Menurut toksikologi kimia Universitas Indonesia Budiawan, pengawasan peredaran sianida mestinya dilakukan dari produksi hingga reproduksi.
Namun dia tidak yakin beberapa lembaga terkait, seperti Kemenkes, Kemen LHK, Kemenperin, punya data yang pasti aliran bahan kimia tersebut.
Karena itu Amel mengusulkan, perlu ditunjuk satu kementerian sebagai pintu keluar masuk B3 agar tidak terjadi lagi penyalahgunaan.
"Lagi pula dengan begitu kan memudahkan pengawasan," ucapnya.