TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Simon, seorang Tenaga Administrasi di Dinas Perindustrian dan Perdagangan di Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat menceritakan bagaimana perjuangannya selama bekerja sebagai tenaga honorer.
Simon mengaku telah bekerja menjadi tenaga honorer sejak tahun 2004. Hingga kini, upah yang diterima Simon hanya sebesar Rp300.000.
"Saya kerja dari tahun 2004 dengan gaji 300 ribu sampai sekarang. Itu yang membuat kami, sesuai dengan tema hari ini betul-betul kami mengejar takdir," ujar Simon dalam dialog Polemik bertajuk 'Mengejar Takdir Tenaga Honorer' di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (13/2/2016).
Simon merupakan salah satu peserta aksi para tenaga honorer yang selama dua hari kemarin melakukan aksi unjuk rasa di depan Istana Kepresidenan.
Perjuangannya ke Jakarta pun cukup menguras banyak uang.
Bahkan, Simon mengungkapkan honor yang ia terima telah habis hanya untuk memperjuangkan haknya mendapatkan status Pegawai Negeri Sipil (PNS).
"Semua hampir tiga tahun honor kami habis dalam perjuangan," kata Simon.
Beruntung, Simon mendapatkan keringanan biaya ketika harus pergi ke Ibukota dari Persatuan Guru Republik Indonesia, yaitu biaya menginap di Wisma PGRI dengan harga yang sangat terjangkau.
"Perjuangan ini betul-betul menyedihkan. Contoh kami dari Mamasa, itu membutuhkan biaya yang banyak. Kami bolak-balik datang ke Jakarta, membutuhkan biaya yang banyak. Kami nginap ini kebetulan dari PGRI, kami nginap di wisma PGRI dengan biaya yang murah," kata Simon.
Keringanan biaya yang dialami Simon juga didapat dari uang urunan yang dilakukan oleh para tenaga honorer yang tergabung ke dalam Forum Honorer K2 Indonesia (FHK2I) meski tidak begitu besar bantuannya.
"Ada yang 20 ribu, ada yang 50 ribu itu kami pakai untuk ongkos kami di Jakarta, dengan tujuan ingin sampaikan aspirasi teman-teman, baik dari guru maupun tenaga administrasi lainnya dan operator di setiap instansi," ucap Simon.