TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisioner Komnas HAM Siti Noor Laila menyatakan bahwa pihaknya menolak isi dari draf peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) tentang hukuman kebiri bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak.
Menurutnya, hal tersebut telah menyalahi hak asasi dan undang-undang yang ada.
"Penghukuman kebiri dengan cara apapun telah merendahkan martabat manusia dan menjatuhkan martabat manusia. Sehingga telah menyalahi hak asasi manusia," jelas Siti di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (15/2/2016).
Dia menjelaskan bahwa hukuman juga tidak boleh dilakukan dengan cara kekerasan dan pengebirian yang dilakukan dengan cara memasukkan bahan kimia ke dalam tubuh, merupakan salah satu bentuk kekerasan yang tidak boleh terjadi.
Siti mencontohkan, beberapa negara yang telah melakukan hukuman pengebirian sifatnya merupakan pilihan, bukan paksaan yang harus diterima semua terdakwa dalam kasus kekerasan seksual.
"Di negara-negara lain itu, harus ada persetujuan dari pelaku untuk hukuman kebiri. Jika tidak, itu sudah menyalahi aturan hak asasi manusia," tambahnya.
Ia juga mengatakan, selain menyalahi aturan tentang asasi manusia, hukuman kebiri juga telah melanggar kode etik dokter yang tidak bisa melakukan tindakan medis atas dasar hukuman. Tapi harus mengatasnamakan pelayanan kesehatan.
"Apalagi dokter tidak boleh memberikan tindakan medis yang menurunkan derajat kesehatan baik fisik maupun psikis manusia," jelas Siti.
Dalam pasal 81 ayat 4 dan 82 ayat 2 perppu pengganti UU No 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, menyatakan bahwa hukuman bagi para terpidana dengan kasus kekerasan seksual terhadap anak harus dilakukan dengan cara pengebirian.
Pengebirian yang dimaksud adalah dengan cara memasukkan zat kimia ke dalam tubuh agar dapat mengurangi hormon testoteron di dalam tubuh terdakwa sehingga pelaku tidak dapat mempunyai hawa nafsu untuk melakukan hubungan badan.