Laporan Erik Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Hukum dan HAM menegaskan tidak bisa mengesahkan susunan kepengurusan DPP Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta yang dipimpin Djan Faridz.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly mengatakan dalam amar putusan kasasi Mahkamah Agung, tidak mengabulkan permohonan Djan Fadridz mengenai pengesahan muktamar Jakarta.
"Muktamar Jakarta sendiri oleh Mahkamah Agung tidak dikabulkan permintan itu. Hanya kepengurusan itu yang secara spesifik yang dikabulkan," kata Yasonna di kantornya, Jakarta, Rabu (16/2/2016).
Menindaklanjuti putusan kasasi tersebut, kata dia, pihaknya sebenarnya sudah menyurati Djan Faridz untung melengkapi persyaratan lainnya. Akan tetapi, kata Yasonna, Djan tidak sanggup melengkapinya.
Persyaratan tersebut adalah pengesahan kepengurusan DPP PPP dari mahkamah partai. Pengesahan tersebut untuk penegasan bahwa tidak ada konflik ke pengurusan di tubuh partai.
"Memang dilampirkan ada satu surat mahkamah partai, tapi mahkamah partai yang belum mendapat pengesahan. Kan belum terdaftar," kata dia.
Untuk itu, Yasonna mengimbau kepada segenap elemen PPP agar bersatu untuk menerima islah melalui pelaksanaan muktamar atau muktamar luar biasa. Kata Yasonna, muktamar/muktamar luar biasa tersebut diselenggarakan oleh DPP PPP hasil Muktamar Bandung tahun 2011 sesuai dengan AD/ART PPP yang demokratis, rekonsiliatif, dan berkeadilan.
DPP Muktamar Bandung disahkan kembali oleh SK Menkumham selama enam bulan untuk pelaksanaan muktamar/muktamar luar biasa tersebut.
"Saya imbau teman-teman (PPP) duduk bersama menyelesaikan secara arif bijaksana. Muktamar Bandung ada beberapa pihak bersama, demi kepentingan bersama penyelesainnya dengan muktamar," tukas Yasonna.