Laporan Wartawan Tribunnews.com, Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menyusul kasus penyidik senior KPK, Novel Baswedan yang kasus dugaan penganiayaan dihentikan oleh Kejagung, rencananya kasus dua mantan pimpinan KPK yakni Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) juga akan dihentikan.
Lalu bagaimana komentar pihak Polri atas kasus ini? Pasalnya lagi-lagi, kinerja Polri di kasus ini tidak bisa diuji di pengadilan?
"Soal itu (penghentian kasus AS dan BW) itu kewenangan Kejaksaan, dipersilahkan, yang penting kami tidak mengutik-ngutik pekerjaan orang lain," ucap Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Charliyan, Selasa (23/2/2016).
Anton menambahkan di dua kasus ini, tugas penyidikan Polri sudah selesai dan menurutnya walaupun nanti akhirnya dua kasus ini dihentikan, Polri sudah bekerja sesuai dengan koridornya.
"yang penting Polri bekerja sesuai koridor masing-masing. Masalah relevan atau tidak harus diuji di pengadilan. Kalau sudah P21 (berkas lengkap) berarti kan penyidikannya sudah benar," tambahnya
Untuk diketahui, Kejaksaan Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Noor Rachmad memutuskan untuk menghentikan penuntutan perkara dugaan penganiayaan yang dilakukan penyidik KPK, Novel Baswedan.
Penghentian perkara Novel, jelas Noor Rachmad, melalui mekanisme penerbitan SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan) nomor B03 N7.10/EP 102/2016.
"Dengan diterbitkannya SKPP ini maka penanganan perkara Novel dinyatakan selesai," kata Noor Rachmad.
Menurut Jampidum, pihak mengambil langkah ini karena jaksa penuntut umum menilai dugaan penganiayaan tersebut telah kedaluarsa.
Selain itu, Jampidum juga menyatakan, setelah melalui proses pengkajian, perkara tersebut dinyatakan tidak cukup bukti.
Setelah terbitnya surat berwarna merah muda yang ditandatangani oleh Kepala Kejaksaan Negeri Bengkulu, Made Sudarmawan, maka perkara Novel Basweda dinyatakan berhenti.
Terpisah, pengacara korban dugaan penganiayaan yang dilakukan Novel Baswedan, Yuliswan, menyebutkan tengah mempertimbangkan dua opsi untuk menanggapi terbitnya SKPP (Surat Ketetapan Penghentian Perkara) kasus tersebut.
Dua opsi tersebut adalah melakukan gugatan praperadilan atau mengajukan uji materi di Mahkamah Konstitusi.
"Kami pelajari dulu, kami akan lakukan praperadilan atau melakukan gugatan ke MK uji materi. Kami pelajari dulu yang mana yg lebih pas," kata Yuliswan kepada Tribun saat dihubungi Senin (22/2/2016).
Meski masih mengkaji, tapi Yuliswan menegaskan pihaknya pasti melakukan langkah hukum atas sikap Kejaksaan Agung.