TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah pusat tengah mewacanakan moratorium pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB) atau pemekaran daerah.
Di saat yang bersamaan, puluhan daerah tengah mempersiapkan syarat-syarat untuk membentuk DOB baru.
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla (JK), mengatakan keputusan moratorium tersebut ada di tangan DPR.
Sedangkan pemerintah akan terus mempersiapkan moratorium tersebut agar DPR menyetujui.
"Semua itu tergantung DPR dan Pemerintah. Kalau pemerintah tidak setuju tentu dengan alasan yang jelas kita sampaikan, bahwa ini keadaan keuangan negara tidak sebaik sebelumnya," ujar Jusuf Kalla kepada wartawan, di kantor Wakil Presiden, Jakarta Pusat, Jumat (26/2/2016).
Dengan kondisi keuangan negara saat ini, menurut Jusuf Kalla Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak cukup mampu untuk mengakomodir adanya DOB baru.
"Dalam kondisi hari ini, kalau dibikin lagi (DOB baru), butuh biaya besar, sedangkan justru akibatnya biaya ke daerah nanti kurang," jelasnya.
Moratorium DOB tersebut awalnya dibeberkan oleh Menteri Dalam Negri (Mendagri), Tjahjo Kumolo, usai ia menghadiri rapat Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD), di kantor Wakil Presiden, pekan lalu (19/2).
Tjahjo menyebutkan pascakebijakan soal pemekaran wilayah pada tahun 1999 lalu, jumlah wilayah baru saat ini sekitar 50 persen lebih banyak.
Sebelum kebijakan soal pemekaran, di Indonesia terdapat sekitar 50.000 desa, kini jumlahnya mencapai sekitar 74.000.
Selain itu jumlah kecamatan yang sebelumnya hanya mencapa 5000 kecamatan, kini jumlahnya mencapai sekitar 8000.
Dari hasil kajian pemerintah, 58 persen Daerah Otonomi Baru (DOB) gagal meningkatkan Pendapatan Otonomi Daerah (PAD). Alhasil DOB tersebut mengandalkam keuangannya dari bantuan pemerintah pusat.
"PAD tidak meningkat berarti pemerataan dan percepatan pembangunan tidak jalan, lebih-lebih peningkatan kesra," ujarnya.