News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

KontraS Nilai MA Gagal Lihat Fakta Rekayasa Kasus Pelecehan Seksual di JIS

Penulis: Wahyu Aji
Editor: Fajar Anjungroso
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) menyayangkan putusan Mahkamah Agung terhadap perkara pelecehan seksual di Jakarta Intercultural Shcool (JIS).

Duduk sebagai terdakwa adalah Neil Bantleman dan Ferdinand Tjiong.

Koordinator KontraS, Haris Azhar, menilai MA gagal melihat fakta rekayasa yang dijadikan dasar dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Menurutnya, fakta ini semakin vulgar jika digabungkan dengan fakta para cleaners atau kasus yang dituduhkan terhadap enam petugas kebersihan.

"Seharusnya hakim-hakim yang mulia itu melihat lebih utuh pada kasus JIS," kata Haris kepada wartawan di Jakarta, Jumat (4/3/2016).

Diketahui, pada 24 Februari 2016 lalu, MA memutuskan menganulir putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang sebelumnya memutus bebas Neil dan Ferdi dengan pelapor orang tua dari MAK, DA, dan AL.

Menurut Majelis hakim MA yang dipimpin Artidjo Alkostar, ada penerapan hukum keliru dalam putusan Pengadilan Tinggi yang menganulir vonis 10 tahun Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Sementara Pengadilan Tinggi menilai pertimbangan majelis hakim PN Jaksel tidak tepat karena berdasarkan keterangan korban yang masih di bawah umur dan keterangan saksi ahli.

Selain itu, terdapat sejumlah kejanggalan dalam perkara JIS.

Salah satunya menyangkut hasil visum yang dijadikan salah satu dasar dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Kejanggalan-kejanggalan juga muncul dalam perkara lain JIS dengan terdakwa enam petugas kebersihan, yaitu Virgiawan Amin, Agun Iskandar, Zainal Abidin, Syahrial, (Alm.) Azwar, dan Afrischa Setyani, yang dituduh melakukan pelecehan seksual terhadap MAK, anak pelapor kasus ini.

Salah satu kejanggalannya, Azwar meninggal dunia saat masih dalam proses penyidikan Polda Metro Jaya, dengan wajah ditemukan penuh lebam dan bibir pecah.

Anehnya, polisi selalu menolak melakukan otopsi terhadap jenazah Azwar.

Lebih lanjut Haris mengatakan, fakta-fakta rekayasa seperti ini yang semestinya juga dipertimbangkan oleh MA.

Untuk itu dirinya menyarankan agar pengacara terdakwa melakukan upaya Peninjauan Kembali (PK).

"PK menjadi tak terhindarkan untuk ditempuh," kata Haris.

Haris memang tidak sedang membela terdakwa kasus JIS. Dia bersama KontraS sudah membuktikan bahwa kasus JIS sangat sarat dengan rekayasa.

KontraS sejak Juni 2015 melakukan eksaminasi bersama Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI). Eksaminasi dilakukan karena keluarga tersangka melakukan pengaduan terkait adanya dugaan penyiksaan dan rekayasa kasus selama proses penyelidikan terhadap para tersangka.

Dari hasil eksaminasi, KontraS menemukan setidaknya tiga pelanggaran, di antaranya pelanggaran terhadap hukum formil, tidak terpenuhinya hukum materiil, dan tidak terlindunginya kepentingan anak.

Sejak proses penangkapan, para tersangka mengalami praktek penyiksaan guna mendapatkan pengakuan serta adanya pelanggaran prosedur dalam penetapan tersangka. Penetapan tersangka juga tampak sangat dipaksakan karena sumirnya tuduhan-tuduhan terhadap keduanya.

KontraS juga menilai bukti pendukung lemah serta proses rekonstruksi menyalahi aturan karena si anak yang dikatakan korban diarahkan oleh ibunya dan aparat kepolisian.

KontraS menemukan telah terjadi pelanggaran hak anak dalam kasus tersebut. Sebab cenderung dipaksakan untuk memenuhi tekanan publik atas substansi peristiwa pidana. Tujuannya agar terlihat kekerasan seksual terhadap anak benar-benar terjadi di sekolah tersebut.

"Dalam eksaminasi kami, sebetulnya ada yang bisa dikembangkan untuk PK misalnya keterangan lanjutan dari si anak," jelasnya.

Selain itu, KontraS juga menilai, bahwa pasal yang didakwakan kepada para terdakwa tidak kuat.

Keterangan ahli maupun hasil visum yang membuktikan adanya kekerasan seksual pun diragukan karena ada fakta lainnya yang muncul tetapi tidak pernah dijadikan pertimbangan oleh penuntut maupun majelis hakim.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini