Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nurmulia Rekso Purnomo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak gelombang kedua akan digelar Februari 2017 mendatang di 101 daerah, termasuk di ibu kota DKI Jakarta, dan Banten.
Mantan Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transakasi Keuangan (PPATK), Yunus Husein, menduga transaksi siluman akan kembali marak menjelang pelaksanaan Pilkada serentak.
"Pilkada akan penuh dengan uang," ujarnya kepada wartawan, di kantor Lembaga Bantuan Hukum (LBH), Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (13/3/2016).
Satu diantaranya praktik politik uang itu terjadi melalui pemberian bantuan uang dari sponsor.
Walaupun sudah diatur bantuan per lembaga maksimal Rp 500 juta dan bantuan per orang Rp 50 juta, bisa saja peraturan tersebut diakali.
"Bisa saja uang itu dibagi ke perorang, padahal asalnya dari perusahaan yang sama. Pembatasan itu belum efektif," ujarnya.
Selain itu, peraturan yang mengharuskan panitia pilkada menanggung biaya alat peraga, juga masih rawan diingkari peserta.
Ia menyebut perlu dipantau apakah semua kandidat justru menggunakan dana pribadinya untuk alat peraga, di luar yang sudah ditanggung panitia.
"Ada juga yang tidak bisa terdeteksi, adalah bentuk natura, seperti makanan, kaos, bendera," jelasnya.
Di luar pola-pola tersebut, bila ada kandidat atau pun perwakilan dari kandidat yang hendak mempraktikan politik uang namun tidak ingin terendus, mereka akan menggunakan uang tunai.
"Kecenderungan tunai masih kuat, karena nggak ada paper trail (jejak kertas) nya, jadi susah untuk menjejaknya, kenapa banyak orang suap pakai tunai dollar, karena melacaknya susah," jelasnya.