TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang gugatan perdata yang dilakukan Partai Persatuan Pembangunan hasil Muktamar Jakarta dengan Ketua Umum Djan Faridz, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hanya berjalan 10 menit.
Dengan tuntutan Rp 1 triliun, PPP menggugat tiga pihak yakni Presiden Joko Widodo dan dua menterinya, yakni, tergugat II Menkopolhukam Luhut Panjaitan dan tergugat III Menkumham Yasonna Laoly.
"Tergugat II dan III tidak hadir, Karena tidak hadir akan kita panggil lagi. Selain itu untuk tergugat III berada di luar wilayah hukum kita (Menkumham di Jakarta Selatan), karena itu memerlukan waktu 2 minggu," kata Ketua Majelis Hakim, Baslin Sinaga di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (15/3/2016).
Namun ternyata ada dua mengaku perwakilan staf dari Sekretariat Negara.
Lantaran tak membawa surat kuasa, maka alasan hakim untuk menunda persidangan semakin kuat.
"Ini juga, tergugat I meski hadir, tidak membawa surat kuasa. Karena itu, perlu dilengkapi lagi berkasnya," kata hakim.
Persidangan juga molor dari jadwal yang ditentukan. Sedianya sidang dimulai pukul 10.00 WIB, tapi baru dibuka sekitar pukul 11.30 WIB.
Sebelumnya Ketua tim kuasa hukum PPP Humphrey Djemat mengatakan, gugatan ini yang pertama dilakukan pertama kali terhadap Presiden Jokowi, dimana tuntutan ganti ruginya sebesar Rp 1 triliun.
"Sebagai penggugat Ketua Umum PPP H.Djan Faridz dan Sekjen PPP Dimyati Natakusuma terhadap tergugat I Presiden Jokowi, tergugat ke-2 Menkopolhukam Luhut Panjaitan dan tergugat ke-3 Menkumham Yasona Laoly," kata Humphrey.
Menurutnya, Presiden Jokowi, Menkopolhulkam dan Menkumham memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dalam rangka menjalankan pemerintahan.
Oleh karena itu, segala tindakan Menkumham dalam menjalankan pemerintahan khususnya dalam bidang hukum tidak lepas dari andil, pengawasan dan tanggungjawab Presiden Jokowi sebagai pimpinan.
"Perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Sehingga dituntut kerugian materil dan kerugian immateril," kata Humphrey.
Dirinya menjelaskan, kerugian materil berupa tidak dapat diterimanya dana bantuan partai politik tahun 2016 senilai sekitar Rp 7 miliar dan kerugian immaterilnya senilai Rp 1 triliun.
"Sementara itu kerugian immateril akibat hilangnya kepastian hukum dan hak politik, ketidakpercayaan kader PPP terhadap Muktamar Jakarta yang berdampak pada nama baik serta keresahan yang terus timbul di dalam tubuh organisasi PPP," katanya.
Dalam tuntutannya PPP meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk membatalkan pengesahan Muktamar Bandung dan menghukum mengesahkan kepengurusan Muktamar Jakarta.