TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Legislasi Daerah (Balegda) menyodorkan usulan untuk mengubah kewajiban kontribusi pengembang saat rapat pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSPJ) dan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Usulan itu disodorkan Ketua Badan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Mohamad Taufik.
Usulan itu ingin mengubah pasal terkait kontribusi tambahan dalam Raperda RTRKSPJ.
Hal itu dikatakan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Tuty Kusumawati.
"Hadir Pak Taufik dan pihak Sekretaris Dewan, dari kami eksekutif lengkap. Saya disodorin kertas. Dan kertas usulan itu saya sampaikan ke Pak Gubernur (Ahok). Pak Gubernur katakan, kalau begini bisa...ada lah catatan Pak Gubernur," ujar Tuty saat dihubungi Sabtu (2/4/2016).
Kertas itu bertuliskan usulan soal permintaan untuk mengubah hitungan soal kontribusi kepada pengembang.
Tuty mengatakan kewajiban pengembang bisa lebih rendah bila usulan itu dimasukkan ke dalam pasal.
"Kertas itu, mereka minta diubah. Hitungannya dikonversi jadi jauh nilainya. Cara menghitung kontribusi diubah cara pengertiannya oleh mereka (Balegda), yang kalau pengertian itu diikuti, nilainya pasti lebih rendah dibandingkan nilai yang kami usulkan," ucap Tuty.
Namun usulan itu, tidak diindahkan oleh pihak eksekutif.
Kata Tuty, dia diinstrusikan Ahok agar tidak menuruti usulan tersebut.
Pasalnya Raperda RTRKSPJ dibuat untuk memberikan subsidi silang atas pembangunan.
"Jadi subsidi silangnya di situ, agar pembangunan ini memberikan kemanfaatan untuk revitalisasi dan restorasi," kata dia.
Karenanya Tuty mempertahankan formula untuk kontribusi tambahan yakni 15 persen dikali nilai jual objek dan lahan yang dijual.
Jika mengikuti rumus Taufik, ujar dia, maka pembangunan di Ibu Kota akan terhambat.
Sebelumnya, penggeledahan dilakukan penyidik di Gedung DPRD DKI Jakarta.
Penggeledahan dilakukan setelah Ketua Komisi D DPRD DKI, Mohamad Sanusi terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT), pada kamis malam (31/3/2016).
Sanusi diduga menerima sejumlah uang dari pihak PT Agung Podomoro Land (APL).
Berdasarkan dugaan awal Sanusi terjaring OTT pemberian uang kali kedua yang jumlahnya Rp2 miliar.
Uang tersebut diduga terkait suap untuk memuluskan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) RTRKSPJ dan RZWP3K, yang sedang digodok di DPRD DKI Jakarta.
Selama kurang lebih 7 jam, tim penyidik KPK menggeledah gedung DPRD DKI di jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Sejak kedatangannya Jumat pukul 20.45 wib, 11 penyidik KPK yang dikawal empat orang personel brimob baru keluar gedung DPRD pada Sabtu dini hari pukul 03.40 wib, (2/4/2016).
Pantauan Tribunnews, saat keluar gedung DPRD DKI, tim penyidik membawa satu koper merah, satu tas jinjing dan dua dus dokumen.
Tidak banyak komentar dilontarkan penyidik KPK Novel Baswedan yang memimpin penggeledahan.
Ia mengatakan penggeledahan telah selesai dilakukan.
"Untuk hari ini selesai, penggeledahan selesai," ujar Novel begitu keluar ruang Kabag Perundang-undangan kesekretariatan Dewan di lantai lima gedung lama DPRD DKI Jakarta.
Dari penyisiran di sejumlah ruang di gedung DPRD DKI, yakni ruang Komisi D, ruang Fraksi Gerindra, ruang kerja Mohamad Sanusi, ruang wakil pimpinan DPR Mohamad Taufik, ruang Kabag Perundang-undangan dan keskretariatan dewan, Ruang Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi menurut Novel pihaknya membawa sejumlah berkas.
Sementara itu, pada kasus suap yang diterima Sanusi, KPK telah menetapkan dua tersangka lainnya, yakni Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, serta Trinanda Prihantoro selaku karyawan PT APL.