TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Utama PT. Pelindo II (Persero) yang menjadi tersangka dugaan korupsi pengadaan Quay Crane Container (QCC) pada 2012, Richard Joost Lino mengajukan peninjauan kembali (PK) atas putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Pengacara RJ Lino, Maqdir Ismail menyatakan upaya PK dilakukan kliennya karena ada dugaan penyelundupan hukum dalam putusan praperadilan hakim Udjiati pada Selasa (26/1/2016) silam.
Maqdir menyebutkan, dalam pemohonan PK kliennya, ada beberapa dugaan pengabaian fakta selama persidangan praperadilan.
Beberapa di antaranya adalah ada penetapan tersangka atas kliennya selama proses penyelidikan.
"Ini jelas penyeludupan, di Undang-Undang KPK (Undang-Undang No. 15 tahun 2003) dan KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana) jelas penetapan tersangka pada tahap penyidikan," kata Maqdir di PN Jakarta Selatan, Rabu (6/4/2016).
"Pasal 46 UU KPK menyatakan penetapan tersangka dilakukan pada masa penyelidikan," katanya.
Pada putusan praperadilan, sebut Maqdir, hakim Udjiati mengabaikan belum adanya jumlah kerugian negara saat Lino ditetapkan sebagai tersangka.
"Bagaimana seseorang dikenai Pasal 2 atau 3 UU Tipikor (Undang-Undang No. 31 tahun 1999), kalau tidak ada bukti kerugian negaranya," kata Maqdir.
Selain itu, tutur Maqdir, hakim Udjiati juga mengesampingkan beberapa keterangan saksi dalam persidangan.
Pada hari ini, Rabu (6/4/2016), merupakan sidang ketiga dalam persidangan yang dipimpin Hakim Ketua Riyadi Sunindio.
Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pihak termohon dijadwalkan untuk memberikan jawaban atas permohonan PK RJ Lino.
Mantan Bos PT Pelindo II itu juga hadir selama sidang mengenakan baju kemeja putih dan celana hitam.
Meski demikian, Lino menolak memberikan keterangan usai sidangnya. "Tanya pengacara saya saja," katanya.
Sebelumnya, RJ Lino mengajukan permohonan praperadilan ini atas status tersangkanya pada Senin (28/12/2015), melalui pengacaranya Maqdir Ismail.
Permohonan tersebut dilayangkan setelah mantan Bos PT Pelindo II, ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Jumat (18/11/2016) silam.
KPK menilai ada tindak pidana korupsi dalam pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II pada 2010.
Lino yang memimpin PT Pelindo II saat itu, diduga melakukan penyalahgunaan wewenang karena menujuk langsung perusahaan asal Tiongkok, Huang Dong Heavy Machinery Co, tanpa mekanisme lelang.
Namun, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui putusan praperadilan hakim Udjiati menolak pemohonan RJ Lino pada Selasa (26/1/2016).