Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pengadilan Negeri Jakarta Pusat kembali menggelar sidang lanjutan gugatan perdata senilai Rp 1 triliun yang diajukan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz kepada pemerintah, Rabu (6/4/2016).
Sebelumnya sidang dua kali ditunda.
Selasa, (29/3/2016) sidang ditunda karena hal administrasi dan juga belum lengkapnya surat kuasa pihak tergugat.
Sementara Selasa, (15/3/2016) majelis hakim memutus menunda sidang lantaran pihak tergugat II Menkopolhukam dan tergugat III Menkumham tidak hadir.
Diberitakan sebelumnya, ketua tim penasihat hukum PPP kubu Djan Faridz, Humphrey Djemat mengatakan dasar gugatan tersebut lantaran tidak dijalankannya putusan MA No. 601/2015, yang menyatakan Kepengurusan Muktamar Jakarta dengan Ketua Umumnya Djan Faridz, sebagai kepengurusan yang sah.
"Pemerintah menghiraukan keberlakuan putusan MA itu, yang jelas merupakan salah satu bentuk hukum. Jadi dasar gugatan ini adanya perbuatan yang melawan hukum," kata Humprey.
Diketahui, pada Oktober lalu Mahkamah Agung membatalkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang menyatakan sah Surat Keputusan Menkumham soal pengesahan PPP kubu Romahurmuziy.
Keputusan MA tersebut membuat Menkumham Yasonna Laoly mencabut Surat Keputusan pengesahan Pengurus PPP hasil Muktamar Surabaya pimpinan Romahurmuziy pada Januari silam.
Menkumham lantas mengesahkan kembali pengurus PPP hasil Muktamar Bandung tahun 2011 dengan Suryadharma Ali sebagai Ketua Umum Partai dan Romahhurmuziy sebagai Sekretaris Jendral selama enam bulan.
Menurutnya, gugatan ini yang pertama dilakukan pertama kali terhadap Presiden Jokowi, dimana tuntutan ganti ruginya sebesar Rp 1 triliun.
Humphrey mengatakan, Presiden Jokowi, Menkopolhulkam dan Menkumham memiliki hubungan yang tidak terpisahkan dalam rangka menjalankan pemerintahan.
Oleh karena itu, segala tindakan Menkumham dalam menjalankan pemerintahan khususnya dalam bidang hukum tidak lepas dari andil, pengawasan dan tanggungjawab Presiden Jokowi sebagai pimpinan.
"Perbuatan melawan hukum yang dilakukan pemerintah telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 1365 KUHPerdata. Sehingga dituntut kerugian materil dan kerugian immateril," kata Humphrey.
Dirinya menjelaskan, kerugian materil berupa tidak dapat diterimanya dana bantuan partai politik tahun 2016 senilai sekitar Rp 7 miliar dan kerugian immaterilnya senilai Rp 1 triliun.
"Sementara itu kerugian immateril akibat hilangnya kepastian hukum dan hak politik, ketidakpercayaan kader PPP terhadap Muktamar Jakarta yang berdampak pada nama baik serta keresahan yang terus timbul di dalam tubuh organisasi PPP," tambahnya.
Dalam tuntutannya PPP meminta Menkumham Yasonna Laoly untuk membatalkan pengesahan Muktamar Bandung dan menghu mengesahkan kepengurusan Muktamar Jakarta.