Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sidang dengan terdakwa mantan Wakil Ketua DPRD Sumatera Utara Kamaluddin Harahap, kembali digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (6/4/2016) kemarin.
Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menghadirkan mantan Sekertaris Daerah Provinsi Sumatera Utara, Nurdin Lubis sebagai saksi.
Dalam persidangan dia mengatakan, para Pimpinan DPRD Sumut periode 2009-2014 meminta uang pelicin atau istilahnya uang ketok palu dalam pengesahan laporan pertanggungjawaban pemerintah Provinsi Sumut tahun 2012.
Uang yang diminta mereka mencapai Rp1,55 miliar.
Menurut Nurdin permintaan itu disampaikan oleh Kamaludin Harahap saat melakukan pertemuan di ruang Sekertaris Dewan. Pada pertemuan tersebut, hadir pula, Chaidir Ritonga serta Sigit Pramono Asri yang juga duduk sebagai Wakil Ketua DPRD Sumut ketika itu.
"Ada pimpinan dewan, ada Kamaludin Harahap, Afan, Chaidir, dan Pak Sigit. yang bicara Pak Kamaluddin. Kemudian saya jawab, nanti saya sampaikan ke Pak Gubermur. Dia minta disiapkan uang ketok," kata Nurdin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (6/4/2016).
Setelah mendengar permintaan uang ketok palu dari para Pimpinan DPRD sebagai imbalan untuk mengesahkan LPJP, Nurdin lantas melaporkan kepada Gubernur Sumut nonaktif, Gatot Pujo Nugroho. Gatot pun langsung setuju memberikan uang sebesar Rp1,55 miliar sebagaimana permintaan para dewan tersebut.
"Disiapkan Kabiro Keuangan dan Sekwan. Setelah itu uangnya diberikan, jumlah Rp1,55 miliar. Diserahkan ke Pak Randiman Tarigan (Sekwan DPRD Sumut)," kata Nurdin.
Namun, dia tak tau apakah uang yang dititipkan kepada Randiman sudah diserahkan kepada Kamaludin Cs. Menurut Nurdin, yang pasti setelah uang dari Gatot itu diserahkan, pembahasan dan pengesahan LPJP 2012 berjalan lancar.
Ternyata, ulah wakil rakyat memalak eksekutif tak terjadi dalam pengesahan LPJP 2012 saja. Pada pengesahan APBD 2013, permintaan uang pelicin pun kembali dilancarkan para dewan. Menurut Nurdin, proses permintaan dan penyerahan uang tersebut pun sama seperti sebelumnya. Namun, kali ini jumlah yang diminta Rp2,55 miliar.
"Setau saya Rp2,55 miliar. Diserahkan ke sekwan, Pak Randiman oleh Kabiro Keuangan," katanya.
Tak berhenti sampai disitu, permintaan juga kembali dilakukan pada pengesahan APBD 2014. Kali ini, fee yang dimintai dewan yakni 5 persen dari total belanja langsung sebesar Rp1 triliun. Sontak saja, lanjut Nurdin, dirinya merasa tak sanggup atas permintaan sebesar Rp50 miliar itu untuk mengesahkan APBD 2014.
Namun, lantaran Gatot Pujo menyanggupi dan mengintruksikan untuk menyiapkan uang pelicin tersebut, dirinya pun bahu membahu mengumpulkan uang tersebut. Bahkan, pengesahan tersebut sempat molor hingga 20 Januari 2014 lantaran uang sebesar Rp50 miliar yang diminta dewan belum juga terkumpul. Akhirnya, ada uang muka sebesar Rp6,2 miliar untuk diserahkan terlebih dahulu.
"Pak kamaluddin bilang, paling tidak disediakan uang ketoknya. (Akhirnya) Pak Gubernur minta siapkan Rp6,2 miliar. Setelah diserahkan, maka disahkan pada 20 Januari," kata Nurdin.
Dalam dakwaan disebutkan, setelah pemberian uang tersebut, pada September 2013, seluruh anggota DPRD Sumut menyetujui Ranperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Provinsi Sumut TA 2012.
Persetujuan itu dituangkan melalui keputusan bersama antara DPRD Provinsi Sumatera Utara dengan Gubernur Sumatera Utara. Keputusan bersama itu lantas disahkan menjadi Perda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD Sumut tahun 2012.
Pada persetujuan pelaksanaan APBD Sumut 2013, Kamaluddin mendapatkan uang ketok dari Gatot sebanyak Rp 75 juta. Di 2014, politikus PAN itu diketahui mendapatkan uang ketok sebesar Rp 1,095 miliar. Terakhir pada 2015, uang ketok yang didapatkan Kamaluddin sebesar Rp 200 juta.