TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wartawan senior Kompas, Budiarto Shambazy, menilai Presiden Joko Widodo masih gamang untuk melakukan reshuffle kabinet.
Jokowi, kata dia, masih menimbang lebih berat mana keputusan melakukan reshuffle atau tidak.
"Sudah ada sinyal sewaktu hadiri Bhayangkara Cup, dia tidak mau didikte. Kelihatan memang pertempuran reshuffle jadi apa tidak, semakin hari semakin membuat presiden galau," ujar Budiarto dalam diskusi di Jakarta, Jumat (8/4/2016).
Budiarto mengatakan, gelagat reshuffle sudah terlihat sejak awal Maret 2016. Namun, kabar tersebut hanya sekadar wacana.
Jangan-jangan, kata dia, reshuffle memang tidak akan dilakukan Jokowi dalam waktu dekat.
"Karena ingin tampil, sengaja presiden yang punya hak prerogatif mengatakan untuk apa reshuffle kalau hanya membuat gaduh," kata Budiarto.
Terlebih lagi, Jokowi menghadapi berbagai tekanan di sana-sini. Sejak awal kabinet terbentuk pun bukan sepenuhnya kewenangan Jokowi, melainkan kompromi politik.
"Saya lihat Presiden sampai tahap ingin semakin menancapkan kewenangannya sebagai pemegang hak prerogratif. Di lain pihak, desakan partai semakin ganas," kata Budiarto.
"Presiden tahu persis dalam perombakan tidak akan menciptakan kompromi 100 persen, tetap ada kegaduhan," lanjut dia.
Jika terus ditekan, bisa jadi Jokowi tidak akan merombak kabinetnya. Lagipula, kata Budiarto, reshuffle kabinet bukan menjadi prioritas Jokowi.
Meski kegaduhan terjadi di kabinet, menurut dia, Jokowi merasa belum perlu dilakukan perombakan.
Penulis : Ambaranie Nadia Kemala Movanita