TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil autopsi yang dilakukan oleh Universitas Muhammadiyah dan juga Persatuan Dokter Forensik Indonesia menyatakan, jenazah Siyono meninggal akibat pukulan benda tumpul di seluruh tubuh dan terutama di bagian dada.
"Benar adanya pemukulan itu dan ada beberapa bagian di dada yang patah dan menusuk jantung," ujar Ketua Tim Autopsi, dr. Gatot di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (11/4/2016).
Gatot mengatakan bahwa jenazah pada saat diautopsi mengalami penyimpangan pembusukan, sehingga jenazah tidak terlalu rusak saat dilakukan autopsi.
Pembusukan disebabkan karena lingkungan untuk menempati jenazah di wilayah dingin dan cukup air.
Sehingga pembusukan tidak secepat di wilayah kering dan tandus.
Hasil dari 21 hari jenazah dikuburkan juga terlihat adanya lima tulang iga yang sebelah kiri yang menghadap keluar, serta satu tulang iga sebelah kanan yang patah menjorok ke dalam.
"Bagian dada depan patah semua. Selain itu di pundak dan sekujur bagian tubuh juga patah dan lebam," tambahnya.
Sebelumnya, informasi yang diperoleh dari sumber Densus 88 dikutip dari Kompas.com, kematian terduga teroris Siyono saat ditahan Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri terus dipermasalahkan.
Densus 88 dituduh melanggar hak asasi manusia dan menyalahi prosedur penangkapan, sehingga menyebabkan terduga teroris asal Klaten itu tewas.
Penangkapan Siyono 8 Maret 2016 lalu itu diawali dengan serangkaian penangkapan kelompok JI di Pamanukan, Yogyakarta, Klaten dan Semarang pada Mei 2014 silam.
Sembilan terduga teroris ditangkap dan seluruhnya ditetapkan sebagai tersangka.
Barang bukti serangkaian penangkapan itu antara lain bunker di Parangtritis, pabrik senjata api rakitan di Klaten, beberapa pucuk senjata api, lebih dari enam blok peledak TNT, dan sejumlah unsur bahan kimia untuk bahan peledak.
Densus 88 kembali menangkap empat terduga teroris jaringan JI di Mojokerto dan Gresik pada 19 Desember 2015. Mereka adalah bagian dari sembilan teroris yang ditangkap 2014 silam.
Siyono Disebut Simpan Senjata
Pada 7 Maret 2016, Densus 88 kembali menangkap terduga teroris lain bernama alias Awang di Desa Greges, Kecamatan Tembarak, Kabupaten Temanggung.
Dari Awang lah, Densus 88 memperoleh keterangan bahwa senjata api miliknya telah diserahkan kepada rekan JI lainnya bernama Siyono.
Senjata yang diserahkan itu yakni dua pucuk senjata api laras pendek, dua magazin dan beberapa butir peluru.
Atas dasar itu pada 8 Maret 2016, Densus 88 menangkap Siyono di sebuah rumah di Dusun Pogung, Desa Brengkungan, Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah.
Tewas Bergulat dengan Densus
Menurut Kepala Divisi Humas Mabes Polri Irjen Pol Anton Charliyan, saat ditangkap, Siyono sempat menyerang polisi di mobil. Pergulatan itu yang menyebabkan Siyono meninggal dunia.
Namun, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) menilai ada yang tidak wajar dalam kasus kematian Siyono.
Apalagi, jenazah Siyono ditemukan penuh dengan luka dan lebam, yang diduga akibat tindakan penyiksaan dan penganiayaan.
Tak hanya soal kematian Siyono, Kontras juga menemukan adanya pelanggaran prosedur hukum dan administrasi saat anggota Densus 88 menangkap dan menggeledah rumah Siyono.
Bahkan, Kontras menemukan adanya upaya intimidasi yang dilakukan Densus 88 terhadap keluarga Siyono.
Menanggapi banyak pihak yang menyudutkan Polri atas kematian Siyono, Badrodin Haiti tidak mempersoalkan hal itu.
"Enggak apa-apa, silahkan saja, sah-sah saja," ujar dia.
Badrodin telah menginstruksikan Divisi Profesi dan Pengamanan untuk menyelidiki soal tewasnya terduga teroris Siyono. Ia mengatakan, penyelidikan itu hingga saat ini belum selesai.