TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Golongan Karya (Golkar) kembali menyita perhatian untuk menentukan siapa yang akan menjadi orang nomor satu dalam partai berlambang pohon beringin tersebut.
Pengamat dari Lingkar Madani Indonesia (LIMA) menilai saat ini Golkar sangat membutuhkan figur yang bersih dari persoalan etika dan moral. Sosok tersebut juga tidak terlibat persoalan hukum.
"Sosok seperti itu dibutuhkan untuk mendongkrak citra Golkar yang belakangan ini terpuruk," kata Direktur Lingkar Madani Indonesia (Lima), Ray Rangkuti, lewat pres rilis yang diterima, Rabu (4/5/2016).
Dia juga menyatakan Golkar membutuhkan tokoh pemersatu. Semua faksi di internal Golkar dapat disatukan untuk membangun partai.
Syarat ini menurutnya sangat mendasar, karena belakangan ini Golkar baru saja melaksanakan rekonsiliasi antara kubu Agung dan Aburizal Bakrie.
Pemimpin Golkar yang akan datang juga diimbaunya dapat mengakomodir pemuda. Kehadiran mereka jangan sampai dipandang sebelah mata.
Ray juga menjelaskan ketua umum Golkar yang akan datang harus berusia muda. Jangan sampai sosok tersebut sudah berusia lanjut.
Syarat seperti ini juga pernah disampaikan BJ Habibie di hadapan petinggi Golkar. Habibie menyatakan pemimpin Golkar jangan sampai berusia di atas 60 tahun.
Persaingan memenangkan simpati kader Golkar untuk mendapatkan dukungan pada Munaslub semakin memanas. Kubu Setya Novanto terus menguatkan konsolidasi.
Meskipun dia sudah turun dari posisi Ketua DPR karena kasus pertemuan dengan petinggi Freeport Maroef Sjamsuddin dan pengusaha Riza Chalid, Novanto tetap ingin menjadi calon ketua umum Golkar. Kasus ini sedang diselidiki Kejaksaan Agung.
Sementara itu calon ketum Golkar lainnya Ade Komaruddin ingin terpilih dan meraih dukungan mayoritas. Dia kini menjadi Ketua DPR menggantikan Setya Novanto. Nama Ade hingga saat ini masih bersih dari persoalan etika dan hukum.