TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) mempertanyakan maksud Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait keberadaan pegawai MA, Royani.
Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak, mengatakan Royani sengaja disembunyikan agar tidak hadir dipanggil KPK terkait perkara suap di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Siapa yang menyembunyikan? Saya kurang tahu itu. Ya cari saja di alamatnya toh," kata Juru Bicara MA, Suhadi, saat dihubungi Tribun, Jakarta, Senin (12/5/2016).
Menurut Suhadi, KPK sebenarnya tidak memiliki kesulitan untuk menghadirkan Royani.
Pasalnya, kata Suhadi, KPK memiliki kewenangan untuk memaksa seseorang untuk hadir diperiksa.
"Kan KPK itu punya daya paksa. Sebagai penyidik, penyelidik punya daya paksa. Silahkan saja," tutur Suhadi.
Sebelumnya, Royani telah dua kali dipanggil KPK. Namun, Royani tidak pernah datang.
"Diduga saksi ini disembunyikan," kata Yuyuk, kemarin.
Menurut Yuyuk, Royani memang saksi kunci pada kasus tersebut.
Yuyuk mengatakan Royani mengetahui mengenai peran Sekretaris MA Nurhadi pada kasus suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Nurhadi sendiri telah dicegah bepergian ke luar negeri selama enam bulan.
KPK sebelumnya menangkap Edy saat menerima Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno di Hotel Accacia, Jakarta Pusat, 20 April 2016.
Doddy adalah perantara suap dari PT Paramount Enterprise Internasional.
Usai penangkapan tersebut, KPK kemudian menggeledah berbagai tempat.
Dua tempat yang digeledah antara lain di ruangan kerja Nurhadi di MA dan di rumahnya.
Dari rumahnya, penyidik menyita Rp 1,7 miliar dari rumah Nurhadi.
Uang tersebut terdiri dari 37.603 Dolar Amerika, 85.800 Dolar Singapura, 170.000 Yen Jepang, 7.501 Riyal Arab Saudi, 1.335 Euro dan Rp 354.300.