Laporan Wartawan Tribunnews.com, Eri Komar Sinaga
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hingga kini masih mencari keberadaan pegawai Mahkamah Agung, Royani.
Royani adalah saksi penyidikan terkait suap pengajuan peninjauan kembali di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Wakil Ketua KPK, La Ode Muhamad Syarif mengatakan pihaknya akan menyurati MA dalam pencarian Royani.
"Sekarang yang bersangkutan sedang dicari. Kalau seandainya tidak ada, kami akan menyurati Mahkamah Agung," kata Syarif, Jakarta, Rabu (18/5/2016).
Royani telah dua kali mangkir dari panggilan KPK.
Keterangan dari Royani sangat penting mengingat kedekatannya dengan Sekretaris MA Nurhadi yang telah dicegah bepergian ke Luar negeri terkait kasus tersebut.
"Diharapkan memenuhi panggilan dari KPK. Di saat yang sama, kami akan bersurat ke MA agar bisa menyerahkan yang bersangkutan untuk diperiksa," tukas Syarif.
Keberadaan Royani hingga kini memang masih teka-teki.
Dia bahkan telah berminggu-minggu tidak masuk kantor di MA.
Sebelumnya, Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, mengungkapkan pihaknya menduga Nurhadi sengaja menyembunyikan Royani.
Yuyuk pun menegaskan penyidik sedang mengkaji untuk menerapkan Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Bisa saja itu dilakukan dan apakah mungkin menerapkan pasal menghalang-halangi penyidik," kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Senin (16/5/2016).
KPK sebelumnya menangkap Edy saat menerima Rp 50 juta dari Doddy Aryanto Supeno di Hotel Accacia, Jakarta Pusat, 20 April 2016.
Doddy adalah perantara suap dari PT Paramount Enterprise Internasional.
Usai penangkapan tersebut, KPK kemudian menggeledah berbagai tempat.
Dua tempat yang digeledah antara lain di ruangan kerja Nurhadi di MA dan di rumahnya.
Dari rumahnya, penyidik menyita Rp 1,7 miliar dari rumah Nurhadi.
Uang tersebut terdiri dari 37.603 Dolar Amerika, 85.800 Dolar Singapura, 170.000 Yen Jepang, 7.501 Riyal Arab Saudi, 1.335 Euro dan Rp 354.300.