TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Publik tetap meminta Kejaksaan Agung (Kejagung) melanjutkan perkara dugaan permufakatan jahat "Papa Minta Saham", meskipun kini Setya Novanto sebagai ketua umum Partai Golkar.
Tujuannya tak lain menurut Peneliti Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Sunanto, agar memenuhi unsur rasa keadilan di republik ini.
"Agar tidak ada asumsi hukum hanya tajam ke bawah tumpul ke atas," tegas Sunanto kepada Tribunnews.com, Rabu (18/5/2016).
Pegiat antikorupsi ini menilai kalau kasus ini diendapkan oleh Kejagung maka perlu diragukan komitmennya dalam menuntuaskan kasus Papa Minta Saham secara terang benderang.
"Penegakan hukum harus tetap di tegakkan oleh Kejagung dan tidak boleh pandang bulu, harus tetap ditenggakkan tanpa ada rekayasa politik," ujarnya.
"Maka pengendapan kasus tidak berdasarkan politik atau karena ketua partai. Untuk itu kebijakan apapun yang dilakukan Kejagubg harus memenuhi keadilan," dia menambahkan.
Terpilihnya Setya Novanto pada Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar di Nusadua, Bali, kembali mengingatkan publik pada kasus hukum yang menyangkut anggota DPR asal Nusa Tenggara Timur itu.
Beberapa waktu lalu, Kejaksaan Agung memulai penyelidikan dugaan permufakatan jahat pada rekaman antara Novanto, pengusaha Riza Chalid, dan mantan Presiden Direktur PT. Freeport Indonesia (PT FI) Maroef Sjamsoeddin.
Dalam rekaman pembicaraan itu, Novanto dituding meminta saham PLTU Urumka, Papua yang didirikan PT FI guna memuluskan perpanjangan kontrak karya perusahaan tambang asal negeri Paman Sam.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Arminsyah yang menangani kasus tersebut, mengakui ada beberapa kesulitan dalam mengungkap dugaan pemufakatan jahat.
Satu di antaranya adalah masih belum ada keterangan dari seorang yang terlibat dalam rekaman, Riza Chalid.
"Satu orang belum kami mintai keterangannya. (Keterangan) ahli juga masih kami kaji. Sementara kami masih butuh kelengkapan keterangan ketiganya. Karena ini obrolan ketiganya," kata Arminsyah di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (17/5/2016).
Meski begitu, untuk sementara waktu kasus ini diendapkan oleh Kejagung.
Jaksa Agung Muhammad Prasetyo sebelumnya menegaskan bahwa kasus dugaan permufakatan jahat kini diendapkan lantaran kekurangan bukti.
Kejaksaan Agung masih membutuhkan keterangan pengusaha Muhammad Riza Chalid yang tak kunjung memenuhi panggilan.
Penyelidik sudah tiga kali memanggil Riza untuk dimintai keterangan. Namun, Riza selalu mangkir dan tidak diketahui keberadaannya.
Arminsyah kemudian mengatakan, perkara bisa saja dilanjutkan jika Riza bersedia dimintai keterangannya oleh penyelidik.
"Nanti saja dulu, karena satu belum dimintai keterangan. Itu kesulitan salah satunya," kata Arminsyah.