TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menuntut Direktur PT Windu Tunggal Utama (WTU) Abdul Khoir dengan hukuman pidana penjara selama dua tahun enam bulan.
Jaksa menilai Khoir terbukti menyuap empat anggota komisi V DPR yaitu Damayanti Wisnu Putranti, Budi Supriyanto, Andi Taufan Tiro, dan Musa Zainuddin serta Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku Amran HI Mustary.
"Meminta agar majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menyatakan terdakwa Abdul Khoir terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan pertama," kata Jaksa KPK Kristanti Yuni Purnawanti di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (23/5/2016).
Jaksa juga menuntut Khoir untuk membayar denda sebesar Rp 200 juta. Dengan ketentuan apabila tidak dibayarkan, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama lima bulan.
JPU menilai Khoir terbukti melanggar pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 65 ayat 1 KUHPidana.
Sejumlah pertimbangan jaksa diantaranya yang memberatkan adalah dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, menghambat jalannya pembangunan di Maluku dan Maluku Utara, serta merusak check and ballance antara eksekutif dan legislatif.
"Sementara yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum, mengakui dan menyesali perbuatannya, memiliki tanggungan keluarga, dan ditetapkan sebagai justice collaborator," kata Jaksa Kristanti.
Khoir dianggap terbukti menyuap Damayanti sebesar SGD 328 ribu dan USD 72.727; untuk Budi Supriyanto sebesar sebesar SGD 404.000; untuk Andi Taufan Tiro sebesar Rp 2,2 miliar dan SGD 462 ribu; dan menyuap Musa Zainuddin sebesar Rp 4,8 miliar dan 328 ribu.
Khoir juga dinilai terbukti menyuap Amran HI Mustary sebesar Rp 16,5 miliar dan satu iPhone 6 seharga Rp 11,5 juta.
Suap itu diberikan agar Amran dan anggota komisi V DPR tersebut mengupayakan program aspirasi DPR ke dalam proyek pembangunan jalan di Maluku dan Maluku Utara. Serta, mengupayakan PT WTU sebagai pelaksana proyek tersebut.
Sidang akan kembali dilanjutkan dengan pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari pihak terdakwa pada 30 Mei 2016.