Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ferdinand Waskita
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Ketua Komisi VIII Saleh Daulay mengharapkan keluarnya perppu perlindungan anak dapat menjadi payung hukum dalam menekan dan menghapus tindak kekerasan seksual pada anak.
Dengan perppu ini, para pelaku kekerasan seksual pada anak dihukum lebih berat. Harapannya, hukuman yang lebih berat tersebut dapat menimbulkan efek jera sekaligus memberikan keadilan bagi para korban dan keluarganya.
"Setelah perppu ini keluar, tinggal menunggu sikap DPR. DPR pada prinsipnya bisa menerima atau menolak. Tapi saya berharap, semua fraksi di DPR menerimanya," kata Saleh melalui pesan singkat, Kamis (26/5/2016).
Politikus PAN itu menuturkan pemberatan hukuman dalam perppu itu dinilai sudah proporsional. Dengan begitu, jaksa dan hakim memiliki alternatif hukuman yang lebih berat sesuai dengan jenis kejahatan yang dilakukan. Tentunya, kata Saleh, semakin buruk kejahatan yang dilakukan, semakin berat pula hukuman yang dijatuhkan.
"Saya belum membaca perppu itu. Tapi saya dengar, hukumannya ada yang 20 tahun penjara, seumur hidup, kebiri, bahkan sampai hukuman mati. Ada juga pemasangan chip bagi residivis pelaku kejahatan seksual," ujar Saleh.
Agar perppu ini nanti bisa berjalan secara maksimal dan operasional, Saleh meminta pemerintah untuk segera membuat aturan turunannya, baik yang dalam bentuk peraturan pemerintah, perpres, atau yang lainnya.
Hal itu menjadi penting sebab selain menambah hukuman, aturan mengenai upaya preventif dan pencegahan juga sangat penting. Tindakan preventif dan pencegahan diyakini akan operasional jika aturan turunannya segera dibuat.
"UU perlindungan anak ini kan baru disempurnakan periode lalu. UU 35/2014 tentang perlindungan anak adalah wujudnya. Namun harus diakui bahwa UU itu belum berjalan optimal karena aturan turunannya belum dibuat. Harapan kita, itu bisa segera diselesaikan," ujarnya.