Laporan Wartawan Tribunnews.com, Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Persidangan dengan terdakwa mantan Bendahara Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta mulai memasuki babak akhir.
Nazar sapaannya didakwa sebagai penerima hadiah dari pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan serta melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), menuntut Nazaruddin dengan hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Selain itu, Jaksa juga menuntut agar harta kekayaan Nazaruddin sekitar Rp600 miliar dirampas untuk negara.
Namun Nazar meminta agar seluruh hartanya dan asetnya yang diatasnamakan orang lain dicairkan KPK. Jaksa menolak, dan menilai hal tersebut justru memperkuat pembuktian terjadinya pencucian uang.
"Ini mempertanyakan, memperkuat pembuktian kami bahwa terdakwa punya kepentingan, karena orang-orang itu jadi gatekeeper untuk menyamarkan tindak pidananya," kata Jaksa Kresno Anto Wibowo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (25/5/2016).
Dalam pledoi yang disampaikan Nazaruddin dirinya mengaku pemilik aset meminta ganti rugi kepadanya. Kepada Hakim, Nazaruddin memohon agar aset-aset tersebut dapat dikembalikan, agar tidak menyulitkan dirinya di kemudian hari.
"Tolong saya dibantu, jangan sampai setelah perkara ini saya malah dituntut orang, saya bingung nanti, padahal aset saya sebagian sudah dirampas KPK," kata Nazaruddin.