TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Timur La Nyalla Mattalitti akhirnya dipulangkan ke Indonesia.
Imigrasi Kedutaan Besar RI memulangkan La Nyalla keluar dari Singapura lantaran masa tinggalnya sudah melewati tenggat waktu.
Diketahui La Nyalla masuk ke Singapura pada 29 Maret 2016. Seharusnya, izin tinggalnya hanya berlaku 30 hari.
Namun, La Nyalla menetap di sana hingga dijemput paksa dari tempat persembunyiannya.
Asisten Atase Imigrasi KBRI Singapura Sandi Andaryadi mengatakan, La Nyalla dipulangkan ke Indonesia pukul 10.30 waktu setempat.
"Kami dihubungi pihak Singapura yang menyatakan bahwa La Nyalla sudah ditangkap dikarenakan La Nyalla melakukan pelanggaran keimigrasian berupa overstay, lebih izin tinggalnya," ujar Sandi, di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (31/5/2016) malam.
Sandi tidak mengetahui di mana selama ini La Nyalla bersembunyi. Ia hanya mendapatkan informasi bahwa La Nyalla ditangkap pihak berwenang di Singapura.
Atase Imigrasi KBRI Singapura langsung memberikan surat perjalanan laksana paspor untuk sekali jalan ke Indonesia.
Pada hari itu juga, La Nyalla dibawa ke Indonesia dengan pesawat komersil dan mendarat pukul 18.30 WIB.
"Setelah tiba di bandara, kami koordinasi dengan kejaksaan. Kami bawa ke Kejaksaan Agung," kata Sandi.
Saat ini, pihak imigrasi tengah mendalami kronologi penangkapan La Nyalla oleh pihak yang berwenang di Singapura.
Sandi mengatakan, kepulangan La Nyalla tak lepas dari kerja sama pigak Imigrasi di Indonesia dengan Singapura sehingga cepat dilakukan pemulangan.
Sebelumnya, pihak Indonesia meminta pencabutan paspor La Nyalla agar tidak bisa melarikan diri ke negara lain.
"Kamj tindak lanjuti dengan berkoordinasi dengan pihak berwenang di Singapura. Ini hasilnya," kata dia.
Ditemui terpisah, pengacara La Nyalla, Togar Manahan Nero mengaku kaget tiba-tiba Kejaksaan Agung menjemput La Nyalla di Bandara Soekarno Hatta.
Padahal, La Nyalla dipulangkan lantaran izin tinggalnya sudah habis, bukan ditangkap.
"Pak Nyalla datang ke Indonesia karena overstay. Kalo overstay itu bukan hanya Pak Nyalla, tapi semua warga negara yang overstay pasti kan dideportasi. Jadi bukan persoalan dia ditangkap, tapi dia overstay," kata Togar.
Togar mengatakan, sebenarnya La Nyalla bisa saja kembali lebih awal ke Indonesia. Namun, lantaran paspornya dicabut, ia tidak bisa pergi ke Indonesia.
Menurut dia, selama ini tak ada imbauan untuk berinisiatif pulang.
"Tidak ada karena begitu dia ditetapkan, langsung dicekal. Setelah itu diterbitkan DPO. Setelah itu dia tidak bisa pulang karna paspornya ditarik. Kalau ditarik trus dia mau pulang pakai apa?" kata Togar.
La Nyalla melarikan diri ke luar negeri sehari setelah ditetapkan menjadi tersangka pada 16 Maret lalu.
Status tersangkanya sempat gugur lantaran memenangi gugatan praperadilan atas penyidikan dugaan korupsi dana hibah Bank Jatim yang digunakan untuk membeli saham perdana Bank Jatim senilai Rp 5,3 miliar pada 2012.
Hakim praperadilan menganggap La Nyalla tidak terbukti bersalah dalam perkara itu.
Tak lama berselang, Kejati Jatim kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas dugaan pencucian uang atas dugaan korupsi dana hibah.
Penyidikan tersebut kembali digugat dalam hal praperadilan.
Kali ini, gugatan dilayangkan anak La Nyalla, Muhammad Ali Affandi. Namun, lagi-lagi gugatan itu dikabulkan.
Pada Senin (30/5/2016), Kejaksaan Tinggi Jatim kembali mengeluarkan surat perintah penyidikan (sprindik) untuk La Nyalla.
Dia pun kembali berstatus sebagai tersangka.
Dalam sprindik tersebut, La Nyalla diduga melanggar Pasal 3 dan 4 Undang-Undang No 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari dana hibah yang diperoleh dari Pemprov Jatim.(Ambaranie Nadia Kemala Movanita)