Selepas Trikora yang selesai dengan perundingan damai, Gannet ditarik ke sarangnya.
Sayang, sebuah Gannet mengalami kecelakaan di sekitar Ambon waktu menjalani penerbangan malam dari Mapanget, Manado ke Liang, Ambon.
Pesawat baru ditemukan secara tak sengaja setahun kemudian di Gunung Salahatu.
Tak sempat beristirahat lama, Gannet kembali memenuhi panggilan tugas dalam operasi Dwikora antara 1964 – 1966 untuk mengawasi perairan di sepanjang perbatasan Singapura hingga Selat Karimata.
Pesawat ditempatkan di Tanjung Pinang.
Gannet juga terbang dari Denpasar, Bali guna memantau pergerakkan kapal lawan di wilayah selatan Samudra Hindia.
Seperti bak senjata makan tuan, Inggris harus menghadapi senjata buatannya sendiri.
Dengan digunakananya Gannet oleh TNI AL makin membuat Inggris berang, hingga memutuskan pasokan suku cadangnya.
Dalam konflik ini Inggris juga menggunakan Gannet AEW.3 yakni versi Airborne Early Warning yang dioperasikan oleh Fleet Air Arm, Squadron No.849.
Dengan pecahnya pemberontakan PKI September 1965 yang berujung dengan bergantinya kekuasaan Pemerintahan RI, konflik bersaudara dengan Malaysia berakhir damai di atas meja perundingan.
Meskipun hubungan diplomatik dengan Inggris telah kembali normal, tapi suku cadang pesawat Gannet TNI AL tak mendapatkan gantinya.
Lambat laun kinerja pesawat mulai menurun dan dengan terpaksa Dispenerbal akhirnya melakukan kanibalisasi agar pesawat tetap bisa operasinal.
Awal tahun 1970-an diputuskan seluruh Gannet tersisa harus beristirahat panjang.
Walau dalam dua operasi militer yang dijalaninya Gannet tak pernah melepaskan senjatanya untuk melumat lawan, namun Si Gembul memasuki masa purna bakti dengan terhormat sebagai veteran perang sejati.
Beberapa Gannet kini dapat dijumpai dalam bentuk monumen. Salah satunya adalah di Museum Satria Mandala, Jakarta.
Sumber: Majalah Angkasa
Penulis: Rangga Baswara Sawiyya