TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Terdakwa kasus dugaan korupsi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Mikro-Hidro (PLTMH) di Kabupaten Deiyai, Papua Dewie Aryaliniza alias Dewie Yasin Limpo tak ikhlas dengan vonis majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Sebelumnya, anggota DPR Komisi VII Dewie Yasin Limpo bersama stafnya, Bambang Wahyu Hadi divonis hukuman penjara 6 tahun tahun penjara.
Terkait dengan vonis majelis hakim, politikus Partai Hanura ini bersikeras jika dirinya bukanlah seorang koruptor.
Ia pun tidak merasa telah merugikan keuangan negara.
"Demi rakyat saya dipenjara. Tapi saya enggak korupsi, saya bukan koruptor, saya enggak rugikan uang negara, saya enggak rampok uang rakyat," kata Dewie usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (13/6/2016).
Dirinya menganggap posisinya sebagai korban atas kasus ini.
Bahkan Dewie masih tak rela dirinya harus berhenti sebagai anggota DPR.
"Saya korban, sudah hak politik saya dicabut, diberhentikan dari anggota DPR, saya pun dipenjara," katanya.
Untuk itu, Dewie bersama tim kuasa hukum mengaku akan pikir-pikir dengan vonis majelis hakim tersebut.
Saat ini, dirinya mengaku belum bisa memberikan keputusan apakah akan mengajukan banding atau tidak.
"Ini lagi pikir-pikir, ini masih emosi. Ini kan butuh ketenangan," kata Dewie.
Putusan majelis hakim ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), yakni selama sembilan tahun.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai, yang memberatkan terdakwa adalah tidak mendukung gerakan pemerintah untuk memberantas korupsi.
Sementara, hal yang meringankan terdakwa belum pernah dihukum sebelumnya dan memiliki tanggungan.
Majelis hakim juga tidak memutus untuk mencabut hak politik terdakwa, memilih dan dipilih seperti tuntutan JPU KPK.
Hakim beralasan, yang memiliki wewenang mencabut hak politik adalah rakyat.
Keduanya didakwa melanggar Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.