TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Calon Kapolri Komisaris Jenderal Polisi Tito Karnavian membeberkan penanganan kasus narapidana pencucian uang dan pembakakan liar Labora Sitorus.
Labora berstatus anggota Polri.
Tito mengatakan awalnya Labora terkait kasus dugaan minyak ilegal. Penyidik telah berusaha mengaitkan kasus minyak tersebut dengan Labora.
"Tapi perusahaan ini legal, distributor BBM bukan atas nama Labora. April 2013, PPATK beri info bahwa labora terkait dengan minyak karena ada aliran dana dari perusahaan ke dia. Disebut Labora mempunyai rekening Rp 1,2 Triliun," kata Mantan Kapolda Metro Jaya itu saat fit and proper test Komisi III DPR, Gedung DPR, Jakarta, Kamis (23/6/2016).
Tito mengaku kaget dan antusias menanangani masus tersebut. Namun, dirinya belum mendapat data. Kemudian, Tito mengembangkan kasus kepemilikan HPH ilegal.
"Kami kembangkan di Polda Papua. Kami inisiatif tangani. PPATK datang belakangan," kata Tito.
Ia mengatakan tidak ada rekening sebesar Rp1,2T hingga kasus tersebut berkekuatan hukum tetap. Uang yang ada di saldo Labora sebesar Rp10Miliar.
Tito mengungkapkan adanya bisnis anggota Polri yang dipermasalahkan. Ia lalu menjelaskan peraturan mengenai bisnis anggota Polri.
Ia mengakui Polri dilarang berbisnis saat menjadi bagian dari ABRI. Lalu pada tahun 2000, Polri keluar dari ABRI. Tahun 2003, Perpres keluar yang berisi mengenai anggota Polri dilarang berbisnis yang berpotensi merugikan keuangan negara dan bersinggungan dengan tugas maupun pengadaan barang dan jasa di kepolisian.
"Di luar itu boleh. Maka ada yang buka restoran, warung. Termasuk Labora buka PT BBM dan HPH," imbuhnya.
Aliran Dana
Tito lalu menjelaskan informasi mengenai aliran dana rekening terkait Labora Sitorus. Terdapat 17 rekening dengan pangkat paling tinggi Komisaris Besar. Dimana, Labora pernah memberikan uang kepada oknum anggota. Tito pun telah memeriksa oknum tersebut.
"Ada yang pinjam ada yang diberi. Yang menerima dan tidak bisa bertanggung jawab, semuanya demosi," tuturnya.
Tito juga mendengar adanya laporan Labora memberikan uang sebanyak tiga kali kepada Kapolda Papua yakni bulan Maret, Agustus dan November 2013. Sementata, Tito menjabat sebagai Kapolda pada September 2013.
"Maret, Agustus saya tidak tahu. Yang September, kita lakukan pemeriksaan. Yang bersangkutan beri uang ke kapolresnya. Kapolresnya pinjam katanya untuk jadi Kapolres Raja Ampat, ingin beri ke Kapolda," tuturnya.
Namun, Tito membantah hal tersebut. Kapolres tersebut tidak berani memberikan uang kepadanya.
"Saya tahu ada itikad buruk, dia saya copot jadi staf di Polda di perencanaan," katanya.