TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) tak heran atas tertangkap tangannya anggota Komisi III DPR bernama I Putu Sudiartana (IPS) terkait suap proyek pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat.
Ketika dihubungi Tribun, Sekretaris Jenderal Fitra, Yenny Sucipto melihat politikus Demokrat yang duduk di komisi III punya relasi kuat dengan komisi V yang mengurusi infrastruktur.
Apalagi kata Yenny, program maupun proyek bisa saja dimanfaatkan oleh aktor di lintas komisi atau pun lintas dapil.
"Walau komisi III, jika punya kekuatan untuk membangun komunikasi di komisi V dalam hal ini infrastruktur bisa saja itu terjadi dan sudah terbukti," ujarnya kepada Tribun, Kamis (30/6/2016).
Yang perlu diingat, seiring dengan semangat pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) membangun infrastruktur, dia mengingatkan bahwa bidang ini membuat sorot mata banyak pihak berebut "kue" anggaran yang jor-joran ada.
"Perlu diingat, alokasi anggaran untuk infrastruktur terbanyak di APBN, jadi peluang para elit di tubuh di DPR bisa saja terjadi lintas komisi," katanya.
Karena kata dia, program infrastruktur saat ini menjadi proyek lahan basah yang bisa dimanfaatkan elit-elit.
"Apalagi di saat transparansi dan akuntabitas dalam pembahasan anggaran di tubuh DPR sangat rendah, sehingga potensi terjadinya transksional berpotensi tinggi," katanya.
Dalam kasus yang bertubi-tubi mengarah kepada elit-elit di DPR, hal ini semakin munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap kinerja para wakil rakyat, dia mengingatkan.
KPK mengamankan enam orang terkait suap proyek pembangunan 12 ruas jalan di Sumatera Barat.
Salah seorang yang diamankan yakni anggota Komisi III DPR bernama I Putu Sudiartana (IPS).
"KPK telah mengamankan enam orang dalam operasi tangkap tangan," ujar Wakil Ketua KPK Basaria Pandjaitan dalam jumpa pers di gedung KPK, Rabu (29/6/2016).
Keenam orang itu adalah I Putu Sudiartana (anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat), Yoga Askan (pihak swasta), Suprapto (Kadis Prasarana dan Permukiman Provinsi Sumatera Barat), Noviyanti (sekretaris Putu), dan Suhaemi (orang kepercayaan Suprapto), dan Muchlis (suami Noviyanti).
Lima orang sudah ditetapkan sebagai tersangka, kecuali Muchlis yang akhirnya dilepaskan oleh KPK karena tidak terkait langsung dengan kasus ini.
"Namun, sewaktu-waktu dibutuhkan keterangannya, akan kami panggil," ujar Basaria.
Wakil Ketua KPK Laode Syarif menjelaskan, proyek pembanguan jalan di Sumatera Barat ini memiliki nilai Rp 300 miliar yang berasal dari APBN-P 2016.
KPK masih mendalami peranan anggota Komisi III DPR, Putu Sudiartana dalam kasus ini.
Pasalnya, Putu tidak bertugas di komisi yang membawahi infrastruktur dan tidak berasal dari daerah pemilihan Sumatera Barat.
"Oleh karena itu, ini masih didalami, kenapa kepala dinas dan beberapa pengusaha menyerahkan uang itu ke anggota dewan ini," ucap Laode.