Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Publik perlu mengapresiasi kinerja Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap dan menangkap tangan pelaku korupsi di pengadilan.
Peneliti Indonesia Legal Rountable (ILR) Erwin Natosmal Oemar mengatakan banyaknya oknum pengadilan yang ditangkap KPK menunjukkan luar biasanya mafia peradilan di negeri ini.
"Negara sudah lama kalah dengan mafia peradilan. Contoh kecilnya adalah masih belum ditemukan sopir Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi Abdurrachman oleh para penegak hukum sampai saat ini memperlihatkan betapa berkuasanya mafia peradilan mengelabui publik," ujar pegiat antikorupsi ini kepada Tribun, Jumat (1/7/2016).
Untuk itu dia menilai Mahkamah Agung (MA) harus terbuka dan mengikutkan semua pihak untuk mencari jalan keluar di tubuh peradilan, seperti KPK, KY, dan masyarakat sipil.
"Tidak dengan jalan menutup diri dan membuat tim reformasi dari internal yang seakan melokalisir masalah sebatas masalah di internal MA saja," jelasnya.
KPK, Kamis (30/6/2016), menangkap Santoso, panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Santoso diduga menerima suap untuk mengurus perkara perdata.
Selain menangkap Santoso, penyidik KPK juga menangkap dua orang lain yang diduga berperan sebagai pemberi suap.
Penangkapan panitera di Pengadilan Negeri jakarta Pusat sudah kali kedua terjadi.
Sebelumnya, 20 April 2016, KPK menangkap Edy Nasution, panitera PN Jakarta Pusat, terkait suap pengurusan sengketa perdata anak perusahaan Grup Lippo.
Bahkan, dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta Pusat, Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi disebut dalam dakwaan Doddy Aryanto Supeno, perantara suap kepada Edy.