Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yurike Budiman
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) dan Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) memberi pernyataan sikap terkait insiden yang membuat rumah sakit dan dokter mendapat tindakan anarkis dari masyarakat.
Pernyataan sikap itu dilakukan pasca-pengumuman Kementerian Kesehatan dan Bareskrim Mabes Polri mengenai rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain yang terindikasi menerima vaksin palsu.
Dalam konferensi pers siang tadi, PB IDI, PERSI, dan ARSSI menyampaikan delapan pernyataan sikap.
Melalui Ketua Umum PB IDI Prof Ilham Oetama Marsis, mereka menilai dokter, tenaga kesehatan lain, atau fasilitas pelayanan kesehatan merupakan korban dari oknum pemalsu vaksin.
"Kami minta pemerintah tidak membiarkan dokter, tenaga kesehatan lain, atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghadapi keluhan masyarakat tanpa adanya jalan keluar yang ditetapkan pemerintah," ujar Ilham di kantor PB IDI, Jl Sam Ratulangi no.29 Jakarta Pusat, Senin (18/7/2016).
Rencananya, PB IDI akan berkoordinasi dengan jajaran IDI di tingkat wilayah dan cabang untuk memberikan pendampingan hukum terhadap anggota IDI yang menjadi korban suplai vaksin palsu.
"Pendampingan juga dilakukan terhadap dokter yang menjadi korban anarkisme, dalam hal ini akan dibentuk satgas advokasi vaksin palsu oleh PB IDI, PERSI, dan ARSSI," ungkapnya.
Dalam konferensi pers tersebut Ilham juga menyatakan empati yang mendalam kepada seluruh rakyat Indonesia, khususnya orangtua yang anaknya diduga mendapat vaksin palsu.
"Kami mengharapkan masyarakat tidak melakukan perbuatan anarkis yang dapat merugikan semua pihak, serta mengedepankan azas praduga tak bersalah," tuturnya.
Terkait hal itu, Kementerian Kesehatan dan BPOM diharapkan segera menyampaikan kepada publik jalan keluar terhadap anak-anak yang telah terbukti mendapat vaksin palsu.
"Kami mendesak Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertanggung jawab atas terjadinya implikasi negatif yang terjadi akibat tidak baiknya protokol penanganan vaksin palsu," tegasnya.
PB IDI juga mengusulkan agar pemerintah mendirikan posko pengumuman dan pengaduan di Dinas Kesehatan setempat untuk menghindari kekisruhan yang terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan.
"Posko ini berfungsi menerima pengaduan masyarakat yang pernah membawa anaknya untuk pelayanan vaksinasi dan memberikan pengumuman masa fasyankes tersebut terindikasi menerima suplai vaksin palsu, serta nama-nama anak yang terindikasi menerima vaksin palsu untuk selanjutnya dilakukan vaksinasi ulang," papar Ilham.
Selain itu, Ilham menyatakan pengadaan vaksin harus tetap dilakukan berdasarkan prosedur dan peraturan yang berlaku.
Dalam kesempatan yang sama, PB IDI meminta Polri memberikan jaminan keamanan bagi tenaga dan fasilitas kesehatan agar pelayanan kepada masyarakat tetap berjalan seperti biasa.
Ia juga meminta kepada seluruh pihak untuk tidak mempolitisasi kejadian ini.
"Karena permasalahan kesehatan masyarakat harus disandarkan kepada kemaslahatan bersama," ujarnya.