TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA- Hampir tiga bulan Anggota Komisi V DPR RI Andi Taufan Tiro ditetapkan sebagai tersangka suap proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat tahun anggaran 2016.
Sejak diumumkan sebagai tersangka pada 27 April lalu, Andi hingga kini belum juga ditahan lembaga antirasuah itu.
Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK, Priharsa Nugraha, mengatakan penahanan tersebut memang semata-mata pertimbangan dari penyidik.
"Kalau penahanan itu nanti tergantung penyidiknya. Ada pertimbangan obyektif dan pertimbangan subyektif," kata Priharsa, Jakarta, Kamis (21/7/2016).
Menurut Priharsa, politikus Partai Amanat Nasional itu secara obyektif memang sudah bisa ditahan karena penetapan tersangka sudah memenuhi unsur bukti permulaan yang cukup.
Namun, berdasarkan pertimbangan subyektif penyidik, Priharsa mengaku belum tahu.
"Kalau obyektif memang sudah terpenuhi karena kan sangkaannya itu ada ancaman lebih dari lima tahun lebih. Kalau subyektifnya penyidik yang tahu," kata dia.
Priharsa melanjutkan, penahan seseorang biasanya berdasarkan beberapa alasan. Pertama, dikahwatirkan melarikan diri, kemudian menghilangkan barang bukti dan berpotensi mengulangi perbuatan yang sama.
"Kalau dia ditahan berrati pertinbangan subyektifnya adalah tersangka salah satunya itu menghilangkan barang bukti, melarikan diri, atau mengulangi perbuatannya," tukas Priharsa.
Dalam kasus ini, KPK sebelumnya telah menetapkan tersangka anggota Komisi V dari Fraksi PDI-P Damayanti Wisnu Putranti dan DPR dari Fraksi Golkar Budi Suprianto dan Kepala BPJN IX Maluku dan Maluku Utara Amran HI Mustari.
Mereka diduga menerima suap dari Direktur Utama PT Windhu Tunggal Utama Abdul Khoir.
Pada sidang dakwaan tersangka Abdul Khoir, Andi Taufan dan Amran muncul setelah Abdul Khoir dinyatakan telah menyuap Damayanti Rp4,28 miliar.
Uang itu agar proyek program aspirasi DPR yang disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara lolos.
Abdul didakwa menyuap Andi, Musa Zainuddin, dan Budi Supriyanto serta Amran dengan jumlah seluruhnya Rp21,8 miliar, 1,6 juta Dolar Singapura, dan 72,7 ribu Dolar Amerika.