News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Pilkada Serentak

Undang-Undang Pilkada Beri Celah Lakukan Politik Uang Berkedok Pemberian Makanan dan Minuman

Penulis: Rizal Bomantama
Editor: Adi Suhendi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

irektur Eksekutif Perkumpulan Untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini ketika berbicara dalam seminar nasional Catatan Terhadap Ketentuan Politik Uang di Dalam Revisi Kedua UU Pilkada yang diselenggarakan di auditorium Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Kamis (21/7/2016).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rizal Bomantama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menganggap Undang Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota berpotensi semakin mempertebal selimut untuk menyembunyikan praktek politik uang.

Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, dalam acara Catatan Terhadap Ketentuan Politik Uang di Dalam Revisi Kedua UU Pilkada, mengatakan bahwa pasal 73 ayat 1 dalam UU tersebut justru bisa menimbulkan pemikiran legalisasi politik uang.

"Dalam pasal tersebut bisa dicuri celahnya melalui kedok pemberian makanan dan minuman kepada peserta kampanye dengan standar biaya daerah," kata Titi di auditorium Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Kamis (21/7/2016).

Kata dia, bisa saja tim sukses pasangan calon mengelak dengan memberi standar tertinggi untuk mempengaruhi keputusan pemilih.

Titi mengingatkan bahwa semangat Pemilu adalah adanya komunikasi dialogis antara pasangan calon dengan peserta Pemilu.

Bukan hanya sekedar kehadiran fisik untuk mendukung disaat kampanye.

"Pembuat undang undang perlu melihat kampanye dan pemilu sebagai upaya meninggikan derajat politik pemilih. Kalau hanya dengan politik uang hal tersebut justru merendahkan rakyat sebagai pemegang tertinggi kekuasaan di Indonesia ini," kata Titi.

Titi juga mengingatkan Bawaslu untuk lebih memperkuat sanksi administrasi pasangan calon untuk memberi efek jera kepada pasangan calon yang melegalkan praktek politik uang.

"Revisi kedua UU Pilkada ini memberikan status Bawaslu sebagai pemberi sanksi administrasi sekaligus penuntut pidana. Tapi kami harap Bawaslu lebih memperkuat status sebagai pemberi sanksi administrasi karena penjara-penjara Indonesia sudah terlampau penuh," ujar Titi.

Sementara itu dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti, Radian Syam juga mendukung penguatan status Bawaslu dalam setiap Pemilu yang berlangsung.

"Saya ingin Bawaslu seperti KPK di Pemilu. Untuk itu perlu pembentukan payung hukum yang lebih kuat lagi bagi Bawaslu," kata Radian.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini